Bisnis.com, JAKARTA- Indonesia Corruption Watch menilai pengadaan barang dan jasa masih menjadi sasaran empuk para pelaku korupsi.
Mas Agus Sunaryanto, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, meskipun pemerintah telah menerapkan sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik, namun sistem ini tidak serta merta membuat proses pengadaan bersih dari korupsi. Selama periode kepemimpinan Presiden Jokowi, masih banyak ditemukan korupsi dalam sektor pengadaan barang dan jasa.
“Berdasarkan data Tren Penindakan Kasus Korupsi yang dikeluarkan Indonesia Corruption Watch, pada 2015, 2016 dan semester satu 2017, setidaknya rata – rata 34% kasus korupsi yang terjadi setiap tahunnya berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa,” paparnya, dalam paparan pemberantasan korupsi Pemerintahan Jokowi, Jumat (20/10/2017).
Salah satu contoh kasus korupsi pengadaan barang dan jasa yang terjadi periode 2015 – 2017 adalah dugaan korupsi pengadaan helikopter Agusta Westland (AW) 101 pada 2016 dengan nilai pengadaan sebesar Rp738 miliar dan berpotensi merugiakan negara mencapai Rp220 miliar. Sampai saat ini setidaknya sudah 5 anggota TNI yang ditetapkan tersangka. Selain itu, dugaan korupsi pengadaan KB II Batang Tiga Tahunan Plus Inserter yang melibatkan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Kebijakan pemerintah untuk mendorong pengadaan barang dan jasa yang seluruhnya menggunakan pengadaan elektronik juga belum tercapai. Mengacu data Tren Pengadaan Barang dan Jasa 2016 yang dikeluarkan Indonesia Corruption Watch, hingga 2016 baru sekitar 39,97% pengadaan pemerintah yang menggunakan sistem pengadaan elektronik.
Padahal jika merujuk pada Instruksi Presiden No 10/2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2016 dan 2017, salah satu capainnya adalah terlaksananya 100% pengadaan barang dan jasa pemerintah melalui sistem pengadaan barang dan jasa elektronik (SPSE).
Kewajiban untuk menggunakan pengadaan secara elektronik juga sudah tercantum dalam Peraturan Presiden No 4/2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden No 54/2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pada pasal 106 disebutkan pengadaan barang dan jasa pemerintah dilakukan secara elektronik.
“Niat pemerintah untuk mendorong pengadaan barang dan jasa secara elektronik tentunya perlu dibarengi dengan sistem perencanaan dan monitoring yang terintegrsi, dengan kata lain pemerintah juga perlu mendorong integrasi antara e-perencanaan, e-pengadaan dan e-monitoringnya. Sebab korupsi yang terjadi pada proses pengadaan barang dan jasa merupakan korupsi yang terjadi di tengah, sedangkan, jika belajar dari beberapa kasus korupsi, seringkali korupsi sudah dimulai dari proses perencanaannya,” paparnya.
Di sisi lain, dia mengatakan, upaya pemerintah dengan menyediakan produk yang semakin beragam dalam e-katalog perlu di apresiasi. Pasalnya, semakin banyak produk yang disediakan maka semakin banyak produk yang tidak perlu dilelang yang nantinya akan berdampak pada efisiensi anggaran untuk proses pengadaan barang dan jsa. Ditambah, harga yang ditawarkan dalam e-katalog lebih kompetitif.
Jumlah Kasus Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa 2015 - 2017
No | Tahun | Jumlah Kasus | Kerugian Negara |
1 | 2015 | 149 (27% dari 550 kasus) |
|
2 | 2016 | 195 (41% dari 482 kasus) | Rp 680 miliar |
3 | 2017 (smstr I) | 94 (35% dari 266 kasus) |
Sumber: Indonesia Corruption Watch, Tren Penindakan Kasus Korupsi, 2015, 2016 dan 2017