Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch menilai selama 3 tahun pemerintahan Joko Widodo, program pemberantasan korupsi, perbaikan sektor birokrasi dan perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik, tidak memuaskan.
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Mas Agus Sunaryanto mengatakan Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak banyak menaruh perhatian pada agenda perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik, pembenahan pada sektor politik, khususnya reformasi sistem kepartaian yang dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi lembaga politik, perbaikan kualitas serta kinerja penegakan hukum dan pembenahan sektor energi dan sumber daya alam (SDA).
“Usaha itu bukan tidak ada, tetapi tidak menunjukkan level yang serius dan berkomitmen. Akibatnya, berbagai implementasi kebijakan maupun substansi kebijakan belum sejalan dengan semangat Nawacita,” paparnya dalam paparan Pemberantasan Korupsi Pemerintahan Jokowi, Jumat (20/10/2017).
Hal ini bisa dilihat dari kebijakan menaikkan anggaran kepada partai tanpa diikuti perbaikan pada persoalan penting lainnya yang berpotensi menimbulkan praktik penyimpangan anggaran bantuan partai dan tujuan mereformasi sistem kepartian menjadi tidak terwujud.
Semestinya, kata dia, jika pemerintahan Jokowi-JK ingin memperbaiki partai secara keseluruhan, langkah awal yang perlu diambil adalah merevisi UU Partai Politik dengan berfokus pada pembenahan rekruitmen dan kaderisasi; demokrasi internal partai; sistem pendanaan; pelaporan, transparansi dan akuntabilitas; dan penegakan hukum.
Menurutnya, Presiden Jokowi sebenarnya memiliki keuntungan politik karena didukung mayoritas partai, yakni PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, PPP, PAN dan Hanura. Tujuh partai Jokowi tersebut setara dengan 68,03% kekuatan partai berdasarkan perolehan pemilu legislatif.
“Jumlah koalisi yang besar ini seharusnya menjadi kendaraan politik yang stabil bagi pemerintah untuk mengambil dan menjalankan kebijakan dengan lebih tegas,” tambahnya.
Namun, tuturnya, koalisi Presiden Jokowi dengan partai-partai pendukungnya pada sisi lain malah menghadirkan dilema. Presiden mudah tersandera untuk membalas budi dukungan pada anggota koalisinya, yang masing-masing partai memiliki kepentingan atas kekuasaan sehingga program reformasi dan perbaikan tata kelola pemerintah yang baik tidak banyak didukung.