\\\'Jangan-jangan, Kita Sudah Masuk Tahap Darurat Kepemimpinan Moral\\\'
Soal korupsi di DKI bagaimana membenahinya?
Sejak saya di kementerian, saya mendengar banyak sekali kemajuan dari sisi pengelolaan birokrasi di DKI. Misalnya remunerasi diperbaiki, cara memonitor kerja diperbaiki, penugasan diperbaiki dan lainnya.
Jadi kami mengapresiasi pada Jokowi-Ahok yang memulai itu. Dan interaksi itu dengan pejabat pemda memberi pesan bahwa DKI sudah lebih baik. Artinya praktik dan pungli di DKI sudah berkurang karena para PNS merasa sudah hidup cukup. Karena mungkin mereka tak ingin ada masalah.
Saya berkeseimpulan kalau ngomong di sisi normal, sebagian besar orang mau hidup normal saja sepanjang penghasilannya cukup, tidak perlu macam-macam. Di DKI mereka sadar tidak usah macam-macam. Jadi progressnya ada, hanya tinggal menjaga.
Ke depannya bagaimana?
Yang sudah baik dipertahankan, dan menurut saya drive paling kuat menanggulangi korupsi adalah keteladanan pemimpin. Jika pemimpin bersih, tidak neko-neko, maka gerbong birokrasi cepat sekali digerakan. Dan itu telah saya buktikan Kementerian ESDM. Itu yang ngomong bukan saya. Tapi kalangan industri yang mengatakan dalam 2 tahun terjadi perubahan drastis di migas, minerba, listrik.
Kita tahu sebelumnya menterinya masuk penjara, sekjennya juga. Karena pada dasarnya orang enggak ingin neko-neko. Tapi yang korupsi mula-mula terpaksa dan akhirnya kebablasan. Tapi saya optimistis di DKI akan makin profesional dan bersih.
Menurut Anda seperti apa kasus korupsi di Indonesia?
Saya hitung sudah ada sekitar 600 lebih pejabat negara yang kena KPK. Dalam kasus yang baru saja terjadi (penetapan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka), kita boleh cemas jangan-jangan kita sudah masuk tahap dalam darurat kepemimpinan moral. Karena mungkin, tak ada satu negara atau hampir semua kepala negara kena. DPR, DPD, MK, BPK, MA segala macam.
Jadi kalau orang mengatakan berarti korupsi makin marak, ini spekulasi karena harus dibuktikan dengan riset, tapi semakin banyak kasus korupsi terungkap, itu benar. Karena dampaknya tak membuat efek jera, orang yang berjabatan tinggi ternyata dengan gampang terperosok dengan kasus itu. Orang muda yang pembaruan juga kena.
Bagaimana caranya ke depan agar korupsi berkurang?
Jika mau jujur, yang paling menjadi drive praktik korupsi adalah orang politik. Karena politik kita mahal sekali. Terutama di birokrasi di level mikro. Kita lihat, Surabaya, Bandung, DKI, Banyuwangi berbenah. Tapi di level mikro korupsi seperti tidak berhenti.
Yang menyedihkan itu yang begini. Seorang manajer yang terjerat korupsi dosanya tidak lebih besar dengan koruptor yang sebelumnya mengkampanyekan diri. Begitu mereka duduk di jabatan mereka mencuri. Jadi politik itu mahal sekali.
Kalau saya ditanya solusinya bagaimana? Begini. Kalau saja partai politik dicukupi dengan anggaran negara dan dibuat lebih akuntabel, diaudit dan fokus pada pengkaderan itu merupakan solusi yang diharapkan. Menurut saya, 1% dari APBN kan Rp20 triliun itu pun worthed untuk mengongksi parpol daripada ongkosnya kecil dan mencari jalan masing-masing dengan mencuri. Lihat saja korbannya kasus Hambalang, Asian Games, itu juga triliunan.
Jadi kalau kita bisa alokasikan dana publik untuk urus parpol bisa jadi solusi asalkan akuntabel. Kan mau enggak mau diaudit, kan katanya sekarang politik dikendalikan pemilik modal. Sekarang kita kembalikan pada rakyat, nah selebihnya harus ada kaderisasi, pembinaan.
Dan yang sedih juga begini. Kita lihat pada zaman dulu yang masuk politik itu orang yang ingin memberi ide. Politikus zaman dulu jarang ada kasus. Sekarang sebaliknya, mereka masuk politik tidak membawa ide, tapi kasus korupsinya lucu-lucu. Jadi masyarakat harus belajar ternyata politik itu berkuasa dan ada kesempatan mencuri. Dan orang bertanya mulai dari mana, mulai dari atas.
Yang harus dijaga adalah instrumen untuk kelola negara. Punya value dan prilaku yang sama. Jadi misalnya saya kira semua menyaksikan bagaimana seorang yang bermasalah bisa masuk lagi. Apakah itu murni dari partai politk bersangkutan atau ada instrumen lain.