Kabar24.com, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menguraikan tujuh catatan terkait terbitnya Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Catatan pertama, pemerintah setidaknya memiliki dasar yang kuat untuk menerbitkan perppu, yaitu aturan undang-undang yang tidak lagi memadai. Khususnya menyangkut soal sanksi dan kewenangan pemerintah dalam menindak ormas bermasalah.
Kedua, terdapat tiga pertimbangan utama pemerintah dalam mengeluarkan perppu, antara lain tindakan pemerintah telah sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 karena keadaan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat.
"Aturan hukum yang belum memadai dan perppu dapat diterbitkan jika kekosongan hukum tersebut tidak bisa diatasi dengan cara membuat undang-undang baru," kata Tjahjo, seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Dalam Negeri, Minggu (16/7/2017).
Ketiga, proses penyusunan melibatkan banyak pihak, di antaranya pemerintah, ahli hukum, akademisi, para tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat. Maka itu, Mendagri membantah jika proses penerbitan perppu ormas ini bersifat mendadak.
Catatan keempat, perppu tidak hanya menyasar pada suatu agama maupun organisasi tertentu. Namun, tetap menekankan pada kewajiban negara dalam melindungi kedaulatannya berdasarkan Pancasila serta UUD 1945. Maka itu, UU Ormas yang ada disempurnakan dengan perppu tersebut.
Baca Juga
Kelima, saat ini pemerintah sedang menyiapkan langkah-langkah konkret dalam melaksanakan perppu tersebut, tentunya dengan tidak mengedepankan kerepresifan (otoriter) seperti yang diisukan baru-baru ini. Kalau pun ada yang tak suka dengan perppu ini, boleh uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Keenam, tim pemerintah yang dikomandoi Menkopolhukam telah bekerja dan mengumpulkan info terkait ormas yang melanggar. Bagi ormas (melanggar larangan), berbadan hukum maka akan dicabut surat keputusannya oleh Kemenkumham, sedangkan yang tidak berbadan hukum menjadi urusan Kemendagri.
"Kondisi ini sesuai dengan asas Contrarius Actus yang telah diatur dalam perppu, yakni pemerintah sebagai pihak yang mengeluarkan izin atas ormas tersebut berwenang mencabut dan memberikan sanksi atas ormas yang dianggap melanggar ketentuan," ujar Tjahjo.
Catatan terakhir, pemerintah juga tengah menyiapkan bahan untuk disampaikan kepada DPR. Selesai masa reses DPR, Perppu Ormas ini akan dimintakan persetujuannya. Kalau DPR setuju maka Perppu akan disahkan sebagai UU. Bila sebaliknya, maka undang-undang lama akan tetap berlaku.