Bisnis.com, JAKARTA – Rencana revisi UU Ormas hingga saat ini terkesan masih "menggantung" kendati sejumlah partai politik telah mengajukan draf akademik amandemen beleid tersebut.
Sebagaimana diketahui, sebelum Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Perppu No. 2/2017 tentang Perubahan atas UU No. 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi UU No. 16/2017, pemerintah dan parlemen sepakat agar beleid tersebut direvisi.
Namun, perubahan UU No. 16/2017 (UU Ormas) ternyata tidak dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional 2018 yang baru-baru ini disahkan DPR.
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana membenarkan bahwa revisi UU Ormas tidak dimasukkan dalam Prolegnas 2018. Sayangnya, dia juga enggan mengungkapkan sejauh apa proses amandemen beleid tersebut.
“Untuk revisi UU Ormas, maaf, saya belum bisa komentar,” kata Widodo usai sidang uji materi Perppu Ormas di Jakarta, Selasa (12/12/2017).
Pada Sidang Paripurna DPR 24 Oktober 2017, sebanyak 7 fraksi setuju dengan pengesahan Perppu Ormas. Partai Demokrat dan Partai Persatuan Pembangunan yang menyetujui pengesahan lantas mengajukan draf akademik revisi UU Ormas.
Baca Juga
Kedua partai berpandangan sejumlah klausul dalam UU Ormas mesti diperbaiki. Pasal-pasal yang diubah antara lain mengenai mekanisme pembubaran ormas agar kembali melalui lembaga pengadilan.
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi resmi menolak permohonan uji materi Perppu Ormas dengan pertimbangan beleid itu telah bertransformasi menjadi UU. Obyek gugatan pemohon diyatakan hilang sehingga pengujian formil dan materil menjadi tidak valid.
Sejak Perppu Ormas diteken Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017, sebanyak 8 permohonan uji materi masuk ke MK. Satu pemohon yakni Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) dengan nomor registrasi 50/PUU-XV/2017 mencabut permohonan setelah DPR mengesahkan UU Ormas. Karena itu, pada sidang hari Selasa MK hanya memutus 7 gugatan.
“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Muhammad Adli Hakim, kuasa hukum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis), menerima putusan MK karena obyek gugatan memang tidak ada lagi. Persis pun berencana mengajukan permohonan uji materi UU Ormas dengan substansi yang sama.
“Insya Allah, kami akan melanjutkan gugatan dalam waktu dekat,” katanya usai sidang.
Guna efektivitas, Adli mengharapkan para pemohon lainnya dapat bergabung untuk bersama-sama mengajukan gugatan. Menurutnya, UU Ormas tidak sesuai dengan UUD 1945 yang menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul.
Adli mengungkapkan Persis mengajukan gugatan Perppu Ormas karena kecenderungan DPR untuk menunda-nunda pengesahan. Padahal, beleid itu telah berlaku sejak diteken Presiden dan menjadi dasar hukum untuk membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia.