Kabar24.com, JAKARTA - Publik diminta mengawasi jalannya persidangan kasus pengadaan alat kesehatan yang melibatkan Ratu Atut Chosiyah.
Kepala Madrasah Anti Korupsi (MAK) Universitas Muhammadiyah Tangerang, Banten, Gufroni menyampaikan permintaan tersebut terkait sidang Ratut Atut Chosiyah, terdakwa kasus pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Rujukan Pemerintah Provinsi Banten 2012.
"Publik tentu berharap dalam proses persidangan dengan terdakwa Atut kali ini dapat berjalan secara transparan dan dapat menghasilkan putusan majelis hakim yang bisa memenuhi rasa keadilan di masyarakat," kata Gufroni dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (16/3/2017).
Menurut dia, jangan sampai terulang lagi preseden buruk berupa vonis ringan terhadap terdakwa Tubagus Chairil Wardana atau biasa dipanggil Wawan dengan hukuman hanya satu tahun penjara dan denda Rp50 juta dalam korupsi proyek RSUD Kota Tangerang Selatan.
"Selain itu, korupsi sejumlah proyek Puskesmas dengan total kerugian Rp9,6 miliar yang dibacakan oleh Hakim Ketua Epriyanto di Pengadilan Tipikor Serang pada 19 Oktober 2016. Putusan hakim ini justru sangat mencederai rasa keadilan masyarakat," tuturnya.
Ia berharap, dalam kasus korupsi Atut kali ini, jangan sampai hakim menjatuhkan vonis ringan sebagaimana kasus korupsi adiknya (Wawan) yang hanya divonis satu tahun.
Baca Juga
"Mengingat dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum KPK di mana Atut didakwa merugikan keuangan negara Rp79 miliar maka vonisnya pun harus dijatuhkan dengan seberat-beratnya guna memenuhi rasa keadilan masyarakat khususnya masyarakat Banten," tuturnya.
Selain vonis pidana penjara, kata Gufroni, sangat layak untuk dijatuhi hukuman tambahan berupa dicabutnya hak politik untuk seterusnya serta disita harta hasil korupsi untuk negara.
Dalam hal ini, ujarnya, penting bagi publik untuk memastikan jalannya persidangan perkara korupsi Atut berjalan secara adil dan transparan. Proses persidangan yang dilaksanakan di Pengadilan Tipikor Jakarta perlu diawasi dan dipantau.
"Perkara ini baru berjalan dua kali sidang tentu akan banyak agenda sidang berikutnya. Untuk menghindari dugaan praktik mafia peradilan, publik diharapkan ikut mengawasi dan memantau jalannya persidangan perkara korupsi Atut," ujarnya.
Ia pun mendesak Komisi Yudisial (KY) ikut memantau perkara ini dengan membentuk tim khusus dan menempatkan orang-orangnya di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Mantan Gubernur Banten Ratut Atut Chosiyah didakwa melakukan perbuatan korupsi dalam pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Rujukan Pemerintah Provinsi Banten yang masuk dalam APBD dan APBD Perubahan 2012.
"Ratu Atut Chosiyah bersama-sama dengan Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan melakukan pengaturan dalam proses pengusulan anggaran Dinas Kesehatan provinsi Banten pada APBD 2012 dan APBD Perubahan 2012 dan pengaturan pelaksanaan anggaran pada pelelangan pengadaan alat kesehatan (alkes) RS Rujukan pemprov Banten TA 2012 sehingga memenangkan pihak-pihak tertentu," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Afni Carolina saat pembacaan surat dakwaan di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (8/3).
Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp79,79 miliar sesuai laporan hasil pemeriksaan invstigatif BPK pada 31 Desember 2014.
"Yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu menguntungkan terdakwa Ratu Atut Chosiyah sebesar Rp3,859 miliar, menguntungkan orang lain yaitu Tubagus Chaeri Wardana Chasan sebesar Rp50,083 miliar, Yuni Astuti Rp23,396 miliar, Djadja Buddy Suhardjo Rp590 juta, Ajat Ahmad Putra Rp345 juta, Rano Karno sebesar Rp300 juta, Jana Sunawati Rp134 juta. Kemudian, Yogi Adi Prabowo sebesar Rp76,5 juta, Tatan Supardi sebesar Rp63 juta, Abdul Rohman sebesar Rp60 juta, Ferga Andriyana sebesar Rp50 juta, Eki Jaki Nuriman sebesar Rp20 juta, Suherma sebesar Rp15,5 juta, Aris Budiman sebesar Rp1,5 juta dan Sobran Rp1 juta," tambah Jaksa Afni.
Kerugian negara juga bertambah karena ada pemberian fasilitas berlibur ke Beijing berikut uang saku senilai total Rp1,659 miliar untuk pejabat Dinkes Banten, tim survei, panitia pengadaan dan panitia pemeriksa hasil pekerjaan.
Dalam perkara ini, Atut didakwa dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.