Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi berharap Mahkamah Agung dapat menjadikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik sebagai vonis standar bagi seluruh hakim tindak pidana korupsi.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengapresiasi vonis tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap Irman Gusman, mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dalam vonis yang dibacakan, Senin(20/2017), majelis hakim mencabut hak politik selama tiga tahun sesuai dengan tuntutan penuntut umum.
"Sementara terkait vonis penjara 4,5 tahun, penuntut umum menyatakan masih pikir-pikir selama tujuh hari karena sebelumnya terdakwa dituntut tujuh tahun penjara," ujar Febri, Senin (20/2/2017) malam.
Menurutnya, pemberian vonis tambahan berupa pencabutan hak politik jarang dilakukan dalam pengadilan tingkat pertama lantaran sering disertakan dalam vonis tingkat banding di pengadilan tinggi maupun kasasi di MA.
Menurutnya, pencabutan hak politik mesti diberikan kepada para terdakwa kasus korupsi yang memiliki jabatan politik lantaran dipilih oleh orang banyak. Dengna demikian, korupsi yang dilakukan oleh pejabat itu harus mendapatkan hukuman yang setimpal karena telah mengkhianati kepercayaan publik, salah satunya berupa pencabutan hak politik.
"Semoga saja MA menjadikan vonis tambahan ini sebagai standar yang harus diikuti oleh para hakim," tambahnya.
Pencabutan hak politik bisa berupa hak untuk dipilih dan memilih atau hak untuk dipilih, tergantung kepada keputusan majelis hakim. Hukuman ini merupakan satu dari enam hukuman tambahan sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Sementara itu, jangka waktu hukuman tambahan tersebut diatur dalam pasal 38 KUHP. Majelis hakim pernah menjatuhakan hukuman pencabutan hak politik seumur hidup kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar mengikuti vonis penjara seumur hidup kepada narapidana kasus suap tersebut.
"Jadi tidak benar kalau ada sebagian pihak yang menyatakan pencabutan hak politik itu bertentangan dengan sejumlah regulasi seperti UU tentang pemilihan kepala daerah dan sebagainya karena hal ini sudah jelas-jelas diatur dalam KUHP."