Kabar24.com, JAKARTA - Dalam tiga hari, mantan Ketua KPK Antasari Azhar bagai striker kesebelasan sepakbola haus gol yang lama dikekang dan menemukan peluang besar untuk melesakkan tembakan telak.
Setelah menunggu hampir lima bulan, grasi Antasari dikabulkan Presiden Joko Widodo. Selang sehari, Kamis (26/1) Antasari menyambangi Istana Negara. Antasari melakukan pembicaraan empat mata dengan Presiden Jokowi.
Lantas, pada Jumat malam, atau sehari setelah bertemu Presiden, Antasari duduk di barisan pendukung pasangan calon (paslon) nomor dua, saat acara debat calon kepala daerah DKI Jakarta. Kedatangannya itu mengisyaratkan dukungan Antasari kepada Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.
Langkah Antasari kendati terkesan sederhana, menunjukkan hal yang cukup unik dan tidak sederhana. Dalam waktu tiga hari, Antasari seolah menunjukkan "pamornya" yang sempat redup akibat kasus pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
Tiga hari mencetak hattrick bernuansa politik, terlepas andai semua itu sudah direncanakan dengan matang jauh-jauh hari, menunjukkan bahwa Antasari bukanlah orang biasa. Paling tidak bagi Presiden, PDI Perjuangan dan barangkali pihak lain yang diam-diam terus mengamati langkah dan tindakan Antasari berikutinya.
Terkait tudingan dirinya merencanakan pembunuhan Nasrudin, dalam suatu kesempatan, Antasari yang menjabat sebagai Ketua KPK antara tahun 2007 hingga 2009 menyebutkan tiga hal yang membuatnya yakin bahwa dia bukan aktor di balik kasus tersebut.
Pertama, soal pesan singkat bernada ancaman ke Nasrudin Zulkarnaen. Sejak awal Antasari menganggap, pesan ancaman itu bukan berasal darinya. Bahkan untuk membuktikannya, tahun 2013 lalu, dia mengajukan praperadilan ke pengadilan.
Kejanggalan kedua yakni soal peluru yang dianggap tidak sesuai dengan jenis senjata yang digunakan membunuh Nasrudin. Sedangkan yang terakhir, pernyataan saksi ahli yang menyebutkan tidak ada percakapan melalui pesan singkat antara Antasari dan Nasrudin.
Kendati saat ini bebas, tiga hal itu masih menjadi ganjalan bagi Antasari. Selain berharap pada proses hukum melalui rencana pengajuan peninjauan kembali (PK) ke dua. Antasari juga sempat "meminta" bantuan kepada Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden ke 6 RI, untuk membantu mengungkap kasus yang menimpa dirinya. Sebagai orang yang berkuasa kala itu menurut hemat Antasari, SBY seharusnya tahu seluk beluk kasus yang menimpanya.
Jauh hari sebelum grasinya dikabulkan dan kedatangannya ke debat paslon Jumat kemarin. Antasari melalui penasihat hukumnya, Boyamin Saiman menyatakan, jika bebas, ada kemungkinan kliennya terjun ke dunia politik.
Lantas, jika benar, partai politik manakah yang bakal dipilih Antasari? Mungkinkah Antasari menerima tawaran PDIP dan kehadirannya pada debat cagub-cawagub DKI 2017 putaran kedua merupakan isyarakat kesepakatan.
Kita masih harus menunggu, seperti juga menunggu sambil bertanya apakah jalur politik akan digunakan eks-Ketua KPK itu menuntaskan kasus yang dinilainya sebagai konspirasi. Mari kta tunggu saja.
Satu hal yang bisa dirasakan sekarang, Antasari bukanlah orang biasa.