Bisnis.com, BOGOR - Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat menilai opsi pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Pilkada berisiko karena belum tentu disetujui oleh parlemen.
Ketua DPR Setya Novanto mengatakan seluruh tahapan Pilkada serentak pada 2015 harus didasarkan pada aturan Undang-Undang dan Komisi Pemilihan Umum.
"Pertemuan untuk pidato presiden. Nanti kalau berkembang soal Pilkada kita akan sampaikan beberapa hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan," katanya di Kompleks Istana Bogor, Rabu (5/8).
Pertimbangan yang dimaksud adalah sesuai dengan dasar UU No.8/2015 tentang Pilkada. Merujuk pada beleid tersebut, Pilkada harus dilakukan dengan minimal dua calon pasangan kepala daerah. UU tersebut juga dituangkan dalam peraturan turunan yang disusun KPU.
"Untuk itu kita sarankan yang tidak bisa dua calon, kita tunda. Kalau tidak bisa berimplikasi terhadap masalah-masalah hukum," kata Novanto.
Sementara itu, opsi penerbitan Perppu untuk memuluskan Pilkada serentak di 269 daerah seperti yang dijadwalkan, dinilai berisiko.
Hingga batas akhir pendaftaran calon, ada 7 daerah yang hanya menjaring satu pasang calon, yakni Kabupaten Tasikmalaya, Kota Surabaya, Kabupaten Blitar, kabupaten Pacitan, Kota Mataram, Kota Samarinda, dan Kabupaten Timor Tengah Utara.
KPU memutuskan menunda pelaksanaan Pilkada di tujuh daerah tersebut hingga 2017.
"Dalam hal kalau diadakan Perppu, pembahasan Perppu itu pun saat kita sudah melakukan rapat kerja DPR. Tentu bisa disetujui ataupun tidak. Nah, untuk itu kita sarankan semua itu kita tunda, kalau tidak bisa berimplikasi terhadap masalah-masalah hukum," imbuhnya.
Novanto menambahkan apabila Perppu yang diajukan pemerintah disetujui tentu tidak menimbulkan masalah baru. Tetapi apabila ditolak DPR, akan memicu pembatalan Perppu yang melibatkan DPR, KPU dan pemerintah.
"Ya kita liat nanti perkembangan-perkembangannya dan mendengarkan. Kita cari jalan keluar yang terbaik," pungkasnya.
Dalam pertemuan konsultasi di Istana Bogor, Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla bertemu dengan sejumlah Ketua Lembaga Negara.
Mereka adalah Ketua DPR Setya Novanto, Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Aziz, Ketua DPD Irman Gusman, dan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD Oesman Sapta Odang.