Kabar24.com, JAKARTA-- Kejaksaan Agung sebagai pemimpin tim Komite Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia, mengakui masih ada beberapa pihak yang tidak sepakat dengan adanya rekonsiliasi yang dilakukan oleh tim yang dibentuk Kejaksaan Agung untuk melakukan rekonsiliasi dengan para korban pelanggaran HAM berat.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan memimpin langsung Komite Kebenaran dan Rekonsiliasi yang dibentuk sejumlah institusi pemerintah antara lain Tentara Nasional Indonesia, Badan Intelijen Negara, Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.
"Pendekatan non yudisial (rekonsiliasi) masih ada juga yang belum sepenuhnya mendukung dan menyetujui," tutur Jaksa Agung HM Prasetyo saat dikonfirmasi di Kejaksaan Agung Jakarta, Jumat (3/7).
Kendati demikian, Prasetyo meyakini bahwa lambat laun masyarakat Indonesia yang menolak adanya rekonsiliasi untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat tersebut, akan menerima dengan baik.
Kejaksaan Agung dan Komnas HAM juga akan terus melakukan penjelasan kepada seluruh masyarakat untuk memberikan pemahaman, agar rekonsiliasi diterima masyarakat.
"Seiring dengan perjalanan waktu penjelasan dan khususnya dari Komnas HAM kita berharap semoga kita semua paham dan sepakat, pelanggaran HAM akan menjadi beban sejarah kita di masa lalu," tukasnya.
Seperti diketahui, beberapa kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia terjadi di tahun 1965-1966 yang menewaskan ribuan orang tidak bersalah, kemudian kasus penembakan misterius (petrus) pada tahun 1982-1985.
Lalu kasus penghilangan paksa beberapa aktivis pada tahun 1997-1998, kasus tragedi Trisaksi pada tahun 1998, peristiwa berdarah di Talangsari pada tahun 1989 dan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Timor-Timur.