Kabar24.com, JAKARTA-- Penetapan status tersangka mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali (SDA) dinilai sebagai wujud perlawanan hukum yang dilakukan pihak KPK. Pasalnya, penetapan SDA sebagai tersangka dilakukan terlalu dini dan telah melanggar Hak Asasi SDA.
Ketua Tim Penasihat Hukum SDA, Humphrey R. Djemat mengatakan penetapan SDA sebagai tersangka dilakukan secara melawan hukum karena penetapan tersangka SDA tersebut, merupakan rangkaian penyidikan penyidik KPK, setelah itu KPK secara marathon baru setelah itu, melakukan pemeriksaan semua saksi.
"KPK secara marathon melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan barang bukti dan upaya paksa sangat merugikan Suryadharma Ali," tutur Humphrey dalam konferensi persnya di Jakarta Senin (23/2).
Seperti diketahui mantan Ketua Umum PPP tersebut, kini berstatus sebagai tersangka KPK karena diduga terlibat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama (Kemenag) tahun anggaran 2012-2013, pada saat Suryadharma Ali (SDA) masih menjabat sebagai Menteri Agama.
Karena itu, SDA resmi mengajukan permohonan gugatan praperadilan terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, karena menetapkan SDA sebagai tersangka. Menurut Humphrey permohonan gugatan praperadilan yang diajukan SDA sudah sesuai dengan fakta serta aturan hukum yang ada.
"Kita berkeyakinan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan memeriksa dan menyidangkan permohonan praperadilan tersebut dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan secara hukum berhak dan berwenang memeriksa dan memutuskan sah atau tidaknya penetapan SDS sebagai tersangka," tukasnya.
Sebelumnya Suryadharma Ali telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga terlibat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun anggaran 2012-2013 pada saat Suryadharma Ali masih menjabat sebagai Menteri Agama.
Dalam perkara tersebut, KPK telah menetapkan mantan Ketua Umum PPP, Suryadharma Ali sebagai tersangka karena diduga telah menyalahgunakan wewenangnya sewaktu masih menjabat sebagai Menteri Agama dengan melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri melalui dana ibadah haji yang menelan angka sebesar Rp1 triliun.
Sebelumnya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengeluarkan Laporan Hasil Analisis (LHA) untuk perkara yang telah menjerat Suryadharma Ali. Dalam LHA, PPATK menemukan adanya sejumlah transaksi mencurigakan yang memperlihatkan bahwa Suryadharma mengajak sedikitnya 33 orang untuk berangkat naik haji pada tahun 2012 lalu.
Selain menelusuri terkait ibadah haji gratis bagi keluarga, kolega, pejabat, dan politisi PPP tersebut, KPK juga berkeyakinan bahwa ada dugaan penggelembungan harga terkait dengan katering, pemondokan, transportasi jemaah haji.
Kemudian ada juga soal dugaan penyelewengan kuota jemaah haji yang dilakukan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), termasuk soal dugaan kejanggalan dalam pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di Komisi VIII DPR.
Modus penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan bekas Ketua Umum PPP itu antara lain dengan memanfaatkan dana setoran awal haji milik masyarakat untuk membayari keluarga dan koleganya serta pejabat dan tokoh nasional untuk pergi naik haji.
Selain keluarga Suryadharma Ali, di antara keluarga yang ikut ibadah haji gratis adalah para istri pejabat pada Kemenag.
Atas perbuatan, Suryadharma dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 KUHPidan
Jadi Tersangka, Suryadharma Ali Tuding KPK Melawan Hukum
Penetapan status tersangka mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali (SDA) dinilai sebagai wujud perlawanan hukum yang dilakukan pihak KPK. Pasalnya, penetapan SDA sebagai tersangka dilakukan terlalu dini dan telah melanggar Hak Asasi SDA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Sholahuddin Al Ayyubi
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium