Bisnis.com, JAKARTA—Tudingan bahwa bisnis narkoba bisa dikendalikan dari dalam penjara oleh bandar besar bukan ‘isapan jempol.’
Sang bandar, bahkan bisa memesan barang haram itu ke jaringan internasional hanya melalui telepon genggam dengan nomor khusus.
Fenomena tersebut, seperti diakui oleh ‘Raja Narkoba’ Freddy Budiman, terjadi di Lapas Kelas IIA Narkotika Cipinang, Jakarta Timur, hingga akhinya Kalapas Thurman Saud Hutapea dicopot dari jabatannya, Kamis (25/7/2013).
Freddy, dalam keterangan singkatnya yang disiarkan TVOne Minggu (28/7/2013), mengutarakan dari dalam Lapas Cipinang baru-baru ini dia memesan narkoba ke jaringan internasional dengan total uang muka Rp3 miliar.
“Dana yang masuk ke sana (jaringan internasional) pertama 1 M (Rp1 miliar) disusul beberapa kali pengiriman, sehingga totalnya ada 3 M (Rp3 miliar),” paparnya.
Dia menambahkan kekurangan dana pemesanan baru dilunasi, setelah ‘barang’ yang diordernya masuk ke Indonesia dan diterima oleh kaki tangannya. “Ada orang kita dan orang sana (pemasok internasional) yang mengurus.”
Namun, terpidana mati kasus narkoba ini tidak menyebutkan peran Kalapas Kelas IIA Narkotika Cipinang dalam memuluskan bisnisnya dari bui.
Freddy dijatuhi hukuman mati oleh majelis hakim PN Jakbar dalam sidang yang dipimpin Hakim Aswandi, Senin (15/7/2013), karena terbukti memiliki dan menguasai 1,4 juta butir ekstasi impor.
Majelis hakim menjatuhkan vonis berlapis kepada terdakwa, sebagai pengedar sekaligus produsen narkoba, karena telah berkali-kali mengelabui aparat dalam menjalankan kejahatannya.
Majelis hakim juga memberikan hukuman tambahan kepada Freddy berupa tidak mendapatkan fasilitas komunikasi dengan alat apapun dari penjara selama menunggu eksekusi mati.
Hukuman tambahan diberikan karena dalam persidangan terungkap bahwa terdakwa menggunakan 40 telepon genggam untuk mengoperasikan bisnis hitamnya.
RP10 JUTA PER JAM
Sementara itu, Kalapas Kelas IIA Narkotika Cipinang Thurman Saud Hutapea yang dicopot jabatannya oleh Kemenkumham Kamis lalu, mengaku tidak mengetahui gerak-gerik Freddy mengendalikan bisnisnya dari dalam bui.
“Malah kami melakukan pengawasan khusus [terhadap Freddy] karena yang bersangkutan merupakan terpidana mati. Bisa saja kan terpidana seperti ini sewaktu-waktu nekad [bunuh diri],” tegasnya.
Namun keterangan mantan orang nomor satu di Lapas Kelas IIA Narkotika Cipinang ini, dibantah oleh Vanny Rossyane, salah seorang wanita teman dekat Freddy.
Menurutnya, bila menerima tamu Freddy sering menggunakan ruang Kalapas dengan cara menyewa Rp10 juta per jam.
“Ini yang cerita Freddy sendiri loh. Dia bilang kepada saya [sewaktu sama-sama berada di ruangan tersebut] bahwa ini ruangan Kalapas,” tegasnya.
Bahkan, lanjut Vanny, sewaktu Freddy menggunakan ruangan tersebut hingga pukul 22.00, dia harus merogoh kocek Rp40 juta.
“Di tempat tadi ada dua ruangan. Di salah satu ruangan tersedia kasur [untuk hubungan asmara maupun mengkonsumsi narkoba ],” papar model majalah pria dewasa itu.
Berdasarkan gambar yang diambil Vanny, di ruangan tadi terdapat papan berwarna biru. Ada tulisan kegiatan acara dan juga nama penanggung jawab. (lihat foto)
Di foto lainnya ada meja dan kursi yang biasa digunakan untuk kerja seorang pejabat.
Vanny mengaku mengambil foto-foto itu dalam keadaan tak sadar karena sedang mengkonsumsi narkoba. (foto: dokumentasi Vanny Rossyane)
Baca juga:
o Affair di Lapas: Aksi 'Raja Narkoba' Freddy Budiman pun Berakhir