Kabar24.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung memastikan tidak ada praktik ‘tukar kepala’ yang dilakukan oknum jaksa terkait kasus kepemilikan 1,4 juta butir ekstasi.
Mereka menyatakan, berdasarkan klarifikasi tim kejaksaan, kejadian tersebut tidak seperti yang ditemukan Tim Pencari Fakta (TPF) dari Mabes Polri.
Jaksa Agung M. Prasetyo mengatakan, jaksa hanya menerima berkas dari penyidik kepolisian.
Dari posisi itu, jaksa tak memiliki wewenang untuk merubah orang atau pasal. Sehingga, tuduhan bahwa soal adanya ‘tukar kepala’ tersebut menurutnya sangat tidak berdasar.
“Mekanisme yang bisa dilakukan terkait berkas perkara itu hanya memberi petunjuk. Nah, petunjuk yang disampaikan pada waktu itu adalah bagaimana caranya supaya Freddy Budiman bisa ikut dijerat,” kata Prasetyo di Jakarta, Senin (26/9/2016).
Dia menjelaskan, bahwa kewenangan untuk merubah pasal tersebut bukan di kejaksaan.
Buktinya,kata dia, meski sempat terjadi kesimpangsiuran informasi, namun Teja terpidana mati yang diminta untuk merubah identitasnya menjadi Rudy tetap dituntut mati.
“Jadi, kalau jaksa bisa dikatakan sebagai pelaku praktik tukar kepala itu, semua pihak bisa memikirkannya lagi,” jelasnya.
Dia mengimbuhkan, hasil pemeriksaan internal kejaksaan sudah diberitahukan kepada pihak Polri. Bahkan, katanya, pihak kepolisian datang langsung ke kejaksaan untuk mengetahui hasil pemeriksan tersebut.
“Itu justru yang akan kami gali, sehingga tidak ada kesalahpahaman antar institusi. Jaksa saya sama sekali tidak ada kaitannya dengan istilah tukar menukar perkara tersebut,” tegasnya.
Kabar soal praktik jual beli perkara itu muncul, setelah anggota tim pencari fakta Mabes Polri, Effendi Ghazali menemukan dugaan keterlibatan oknum jaksa dalam perkara Freddy Budiman.
Seperti diketahui, dalam keterangan kepada awak media beberapa waktu lalu, dia menyampaikan, oknum jaksa itu mencoba meminta uang kepada Teja yang tak lain terpidana kasus kepemilikan 1,4 juta butir ekstasi tersebut.
Teja disuruh merubah identitasnya menjadi Rudy. Perubahan identitas itu diduga untuk mengaburkan keterlibatan Freddy Budiman.
Tak hanya itu, dalam keterangan pers tersebut, tim itu juga menyebutkan istri terpidana tersebut juga diminta menemani jaksa itu untuk berkaraoke. Namun karena Teja tak memiliki cukup uang, oleh oknum jaksa itu dia tetap dituntut mati.