BISNIS.COM, JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta keterangan mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Kwik Kian Gie terkait dengan penyelidikan lanjutan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
"Kwik Kian Gie dimintai keterangan terkait KPK melakukan penyelidikan dalam kaitan dengan dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dalam lanjutan penyelesaian BLBI, yaitu pemberian SKL (Surat Keterangan Lunas)," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa (2/4/2013).
Usai dimintai keterangan oleh KPK selama sekitar 9 jam, Kwik tidak mengatakan mengenai alasannya dipanggil KPK.
"Undangannya rahasia dan pertanyaannya juga rahasia," kata Kwik.
KPK pada 2008 telah membentuk empat tim khusus untuk menyelesaikan kasus BLBI yang sebelumnya ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Salah satu tim bertugas untuk menangani perkara yang dihentikan kejaksaan karena telah menerima SKL, termasuk kasus Sjamsul Nursalim yaitu mantan pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang mempunyai utang sebesar Rp28,4 triliun.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) oleh Badan Pemeriksa Keuangan, nilai penjualan dari aset Salim yang diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk penyelesaian BLBI ternyata hanya 36,7 persen atau sebesar Rp19,38 triliun dari Rp52,72 triliun yang harus dibayar.
Saat diperiksa di Kejaksaan pada 2007, Kwik mengatakan bahwa mekanisme penerbitan SKL Presiden Megawati berdasarkan Inpres No 8 Tahun 2002 mendapat masukan dari mantan Menteri Keuangan Boediono, Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti, dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.
Kwik mengaku dalam setiap rapat kabinet ia selalu memprotes rencana penerbitan SKL tapi kalah dengan meteri lain.
Alasannya menolak penerbitan SKL adalah karena ada campur tangan International Monetary Fund (IMF) terkait penyelesaian BLBI sehingga berdampak pada proses penjualan aset bekas pengutang BLBI yang tergesa-gesa, bahkan tanpa tender, misalnya, kejanggalan penjualan Bank BCA pada 2004.
Kwik mengatakan, penjualan BCA disebabkan Salim tidak mampu melunasi BLBI Rp53 triliun, BCA termasuk salah satu dari 108 aset Salim yang diserahkan yang saat dijual hanya laku Rp20 triliun karena proses penjualan BCA lebih banyak ditekan IMF.
Proses penjualan dilaksanakan tanpa tender dan calon pembeli BCA sudah ditunjuk yaitu lembaga keuangan Farallon dan Standard charter padahal selang tiga tahun kemudian aset BCA meningkat berkali-kali lipat.