Kabar24.com, JAKARTA - Partai Golkar tidak menghargai proses kaderisasi dalam mengusung pencalonan Ridwan Kamil di Pilgub Jawa Barat 2018.
Golkar resmi mengusung Wali Kota Bandung Ridwan Kamil untuk maju sebagai calon gubernur di Pilgub,Jawa Barat 2018. Oleh sebagia kalangan, keputusan Golkar sangat mengejutkan karena mengusung Ridwan Kamil yang bukan kadernya dibanding mengusung Dedi Mulyadi, yang kader sekaligus Ketua DPD Golkar Jawa Barat.
“Bukan tidak mungkin terjadi perpecahan di tubuh partai berlambang pohon beringin tersebut, disebabkan berbeda kehendak atau aspirasi suara akar rumput antara pengurus pusat dengan pengurus DPD Golkar Jawa Barat," ujar Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago dalam keterangan tertulis, Selasa (14/11/2017).
Awalnya, Golkar dipastikan mengusung Dedi Mulyadi sebagai cagub atau cawagub, namun di tengah jalan terjadi patahan dukungan dan perubahan politik secara ekstrem. Golkar memutuskan tidak mengusung Dedi Mulyadi.
Menurut Pangi DPP Golkar tentu punya alasan dan pertimbangan sendiri mengapa tak mengusung kader internalnya sendiri sebagai cagub Jawa Barat. Pertama, alasan racikan popularitas, akseptabilitas dan elektabilitas yang kurang begitu mengembirakan.
Kedua, alasan finansial, kalau Golkar mengusung Dedi Mulyadi, DPP dan pengurus Golkar bisa saja kantong kering, tidak ada setoran mahar atau perahu parpol kalau kadernya yang diusung. Ketiga, Dedi Mulyadi mungkin bukan bagian gerbong Ketua Umum DPP Golkar, Setya Novanto. Artinya mungkin saja Dedi Mulyadi bukan anak emas Setya Novanto.
Baca Juga
“Keempat, Dedi Mulyadi bisa saja, dugaan saya, beliau kurang piawai dan mahir untuk melobi dan mengunci figur serta tokoh sentral atau elite penentu di DPP Golkar,” jelas Pangi.
Menurut Pangi Golkar pada akhirnya mungkin berpikir realistis, walaupun pada saat yang sama melakukan blunder politik.
Dia menilai Golkar tidak percaya dengan benih rahim kaderisasinya sendiri. Ini salah satu pemantik terjadi perpecahan di tubuh Golkar, sehingga kader Golkar DPD Jawa Barat belum tentu all out mendukung Ridwan Kamil. Apalagi ada kabar Ridwan Kamil akan bergabung menjadi kader Golkar. Akar rumput Golkar, terutama di Jawa Barat, tentunya akan semakin memanas.
"Dealektika meritokrasi tidak berjalan dengan baik, bagaimana fatsun menghargai dan memprioritaskan kader potensial internal sendiri yang punya prestasi di Jawa Barat," kata Pangi.
Pangi menyebut bukan tidak mungkin terulang konflik antara pengurus pusat PDIP dengan pengurus di Jakarta saat di Pilgub DKI 2017. Perbedaan tajam dukungan suara akar rumput (arus bawah) menginginkan kader sendiri maju seperti Boy Sadikin atau Djarot sebagai cagub.
Boy Sadikin kemudian memutuskan keluar dan mendukung Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Memang, menurutnya, dalam terminologi politik ada istilah lokomotif effeck, parpol bakal mengusung calon yang bakal terpilih atau punya kans lebih besar untuk menang. Namun, Golkar ujar Pangi, juga jangan sampai kualat, tidak menghargai kadernya sendiri untuk bertarung dan nampak tak percaya diri.
“Hitung-hitungan kalkulasi politik di atas kertas, boleh-boleh saja. Namun, jangan sampai terjadi preseden buruk dan tertanam pikiran negatif kader sendiri. Ngapaian capek-capek berpikir dan kerja keras berdarah-darah membesarkan partai. Bahkan sekelas Ketua DPD Jabar saja, tidak dihargai partainya sendiri. Ini sangat miris,” tambah Pangi.