Kabar24.com, JAKARTA- Pelaksanaan reformasi pada Kejaksaan di bawah komando HM. Prasetyo kian dipertanyakan setelah oknum penegak hukum di lingkungan itu kembali kedapatan menerima gratifikasi.
Terakhir, Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, Jawa Timur, Rudi Indra Prasetya dicokok setelah diduga menerima uang sebesar Rp250 juta untuk menghentikan penyelidikan tindak pidana korupsi dana desa. Oleh karena itu, HM Prasetyo mesti mengundurkan diri karena dinilai gagal melaksanakan reformasi di tubuh korps Adhyaksa tersebut.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting mengatakan sejauh ini selain Rudi Indra Prasetya, ada 4 oknum jaksa lainnya yang dibekuk oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terbelit kasus korupsi. Mereka adalah Parlin Purba Jaksa di Kejati Bengkulu, Farizal Jaksa di Kejati Sumatera Barat, Devianti Rohaini Jaksa di Kejati Jawa Barat, Fahri Nurmalo Jaksa di Kejati Jawa Tengah.
“Saya kira dorongan agar [HM Prasetyo] untuk mundur dari jabatanya sudah tepat. Jikapun tuntutan agar Prasetyo mundur tidak diindahkan, maka Presiden Joko Widodo wajib menilai kinerja pembantunya tersebut,” ujarnya, Jumat (4/8/2017).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Ester mengamini bahwa kinerja Praseto tidak signifikan dalam menertibkan bawahannya yang terus terjerat kasus korupsi. Sejak awalpun pihaknya tidak yakin dengan kinerja Kajagung lantaran dia berasal dari kalangan politisi.
“HM Prasetyo belum menunjukkan performa apapun bagi Kejaksaan Agung,” paparnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat pun mendesak Presiden Joko Widodo mencopot Prasetyo karena berdasarkan penyelidikan Ombudsman Republik Indonesia (ORI), eksekusi mati terhadap terpidana Humprey Ejike Jefferson dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan.
Direktur LBH Masyarakat Ricky Gunawan mengatakan hasil telaahan ORI mempertegasp andangan pihaknya bahwa Kejaksaan Agung telah melakukan eksekusi mati yang melawan hukum terhadap Humprey dan tiga terpidana lainnya.
“Temuan ORI menumbuhkan harapan akan adanya keadilan bagi mereka yang telah dieksekusi secara ilegal. Eksekusi 29 Juli 2016 itu dilakukan secara tergesa-gesa, serba tertutup dan serampangan,” tuturnya.
Karena itu, LBH Masyarakat mendesak Kejaksaan untuk menghentikan persiapan eksekusi hukuman mati dan melakukan pembenahan. Institusi tersebut memiliki tugas untuk menindaklanjuti temuan ORI yang harus diselesaikan dalam tempo 6 bulan.
“Kami juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera mencopot HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung. Temuan Ombudsman menunjukkan adanya inkompetensi Jaksa Agung dalam memimpin institusi ini,” pungkasnya