Bisnis.com, JAKARTA – Pimpinan ulama senior Iran tengah berpacu dengan waktu dalam menentukan calon pengganti Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, menyusul meningkatnya ancaman pembunuhan dari Israel dan eskalasi perang besar dengan Amerika Serikat.
Dikutip melalui Reuters, sebuah komite tiga orang dari badan ulama tertinggi yang dibentuk langsung oleh Khamenei dua tahun lalu telah mempercepat perencanaan suksesi sejak serangan udara Israel menghantam jantung kekuasaan Iran.
Khamenei, yang kini berusia 86 tahun, telah mengungsi bersama keluarganya dan dijaga ketat oleh satuan elit Vali-ye Amr dari Garda Revolusi.
“Jika Khamenei terbunuh, rezim akan segera menunjuk pengganti untuk menunjukkan stabilitas dan kesinambungan,” ungkap salah satu sumber, seraya menambahkan bahwa arah politik Iran pasca-Khamenei sangat sulit diprediksi, dikutip Senin (23/6/2025)
Meskipun proses suksesi tetap berpedoman pada kesetiaan kepada prinsip revolusi 1979 yang digagas Ayatollah Ruhollah Khomeini, tetapi para pengambil keputusan juga tengah mempertimbangkan figur yang lebih moderat demi meredam tekanan eksternal dan potensi pemberontakan internal.
Saat ini terdapat dua Kandidat Utama yakni Mojtaba Khamenei (56), putra Khamenei, dikenal sebagai sosok konservatif yang dianggap sebagai penjaga kesinambungan rezim.
Baca Juga
Kemudian, Hassan Khomeini (53), cucu pendiri Republik Islam Iran dan figur moderat yang punya hubungan dekat dengan kubu reformis.
Hassan, yang pernah dilarang mencalonkan diri sebagai anggota Assembly of Experts pada 2016, kembali dipertimbangkan serius bulan ini, seiring kebutuhan akan wajah baru yang lebih dapat diterima publik dan komunitas internasional.
Dalam pernyataan dukungan kepada Khamenei sebelum serangan AS, Hassan menyebut dirinya siap berada di garis depan yang dibutuhkan rakyat.
“Hassan bisa menjadi wajah transisi perlahan ke arah baru. Rezim harus memilih seseorang yang bisa membawa stabilitas sambil membuka ruang perubahan,” kata analis politik Iran yang berbasis di London Hossein Rassam.
Sebaliknya, Mojtaba Khamenei, yang tidak pernah menjabat posisi formal, dikenal memiliki pandangan keras seperti ayahnya, termasuk dalam menindak oposisi dan bersikap tegas terhadap musuh luar negeri. Ia juga berada di bawah sanksi Departemen Keuangan AS sejak 2019.