Bisnis.com, JAKARTA – Semua orang menunggu aksi gencatan senjata di jalur Gaza yang akan dimulai pada Minggu (19/1/2025).
Mengingat, ketegangan di Gaza terus meningkat, dengan korban jiwa yang terus bertambah akibat konflik yang berlangsung antara Israel dan Hamas.
Dunia internasional kini berharap akan adanya gencatan senjata yang dapat membawa penghentian kekerasan dan memberikan ruang bagi upaya kemanusiaan.
Di tengah krisis ini, masyarakat internasional terus menyuarakan keprihatinan mereka terhadap kondisi warga sipil di Gaza, yang kini hidup dalam ketakutan dan keterbatasan akibat serangan udara dan blokade yang ketat.
Lembaga-lembaga kemanusiaan dan PBB menekankan pentingnya akses bantuan dan perlindungan terhadap warga yang terjebak dalam konflik.
Banyak pihak kini melihat gencatan senjata sebagai satu-satunya jalan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan memberikan kesempatan bagi warga Gaza untuk kembali menjalani kehidupan normal.
Baca Juga
Namun, hingga saat ini, jalan menuju perdamaian masih dipenuhi tantangan dan ketidakpastian, dengan masing-masing pihak memiliki posisi yang sulit untuk dipertemukan.
Dikutip melalui Reuters, saat ini di Yerusalem, beberapa warga Israel berbaris di jalan-jalan sambil membawa peti mati tiruan sebagai protes terhadap gencatan senjata, memblokir jalan dan bentrok dengan polisi.
Demonstran lainnya memblokir lalu lintas hingga pasukan keamanan membubarkan mereka.
Perjanjian tersebut membuat nasib sebagian besar dari 98 sandera Israel yang masih berada di Gaza belum terselesaikan untuk saat ini.
Daftar 33 orang yang akan dibebaskan pada tahap pertama mencakup wanita, anak-anak, orang tua, orang sakit, dan korban luka.
Sementara itu, warga Palestina Mahmoud Abu Wardeh mengatakan mereka sangat ingin pemboman dihentikan sesegera mungkin.
"Kami kehilangan rumah setiap jam. Kami menuntut agar kegembiraan ini tidak hilang, kegembiraan yang terpancar di wajah kami. Jangan sia-siakan dengan menunda pelaksanaan gencatan senjata hingga hari Minggu," katanya dikutip melalui Reuters, Jumat (17/1/2025).
Israel melancarkan operasinya di Gaza setelah orang-orang bersenjata yang dipimpin Hamas menyerbu komunitas daerah perbatasan Israel pada 7 Oktober 2023, menewaskan 1.200 tentara dan warga sipil serta menculik lebih dari 250 sandera, menurut penghitungan Israel.
Jika berhasil, gencatan senjata akan menghentikan pertempuran yang telah meratakan sebagian besar wilayah Gaza yang padat penduduk.
Perang tersebut menewaskan lebih dari 46.000 orang, dan menggusur sebagian besar penduduk daerah kantong kecil itu yang berjumlah 2,3 juta jiwa sebelum perang, menurut otoritas Gaza.
Pertemuan yang Terlambat
Sayangnya, penerimaan Israel atas kesepakatan tersebut tidak akan resmi hingga disetujui oleh kabinet keamanan dan pemerintah.
Pemungutan suara diharapkan pada Kamis (16/1/2025) waktu setempat, tetapi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menunda pertemuan tersebut, menuduh Hamas mengajukan tuntutan pada menit-menit terakhir.
"Kabinet Israel tidak akan bersidang hingga mediator memberi tahu Israel bahwa Hamas telah menerima semua elemen perjanjian," kata kantor Netanyahu.
Media Israel melaporkan kabinet diharapkan akan melakukan pemungutan suara pada Jumat (17/1) atau Sabtu (18/1), tetapi kantor perdana menteri menolak berkomentar mengenai waktunya.
Garis keras dalam pemerintahan Netanyahu masih berharap untuk menghentikan kesepakatan tersebut, meskipun mayoritas menteri diharapkan mendukungnya dan memastikan persetujuannya.