Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen Partai Golkar Sarmuji mengaku dirinya terkejut dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi terhadap pasal 222 UU No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) berkaitan dengan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).
Pasalnya, Sarmuji terkejut lantaran dia mengungkapkan bahwa sebelumnya MK selalu menolak dalam 27 kesempatan sebelumnya.
“Keputusan MK sangat mengejutkan mengingat putusan MK terhadap 27 gugatan [soal UU yang sama] sebelumnya selalu menolak,” kata Sarmuji saat dikonfirmasi, di Jakarta, pada Kamis (2/1/2025).
Lebih lanjut, dia turut mengungkit bawa MK dan pembuat Undang-Undang (UU) selalu memiliki cara pandang yang sama.
“Dalam 27 kali putusannya cara pandang MK dan pembuat UU selalu sama, yaitu maksud diterapkannya presidensial treshold itu untuk mendukung sistem presidensial bisa berjalan secara efektif,” pungkasnya.
Dalam amar putusan yang dibacakan pada perkara No.62/PUU-XXII/2024, MK menyatakan ambang batas pencalonan presiden yang saat ini berlaku 20% inkonstitusional. Artinya, pencalonan presiden oleh partai politik tidak harus memiliki suara 20% di DPR.
Baca Juga
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (2/1/2025).
MK juga menyatakan dalam putusannya bahwa pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 alias inkonstitusional.
Anwar Usman dan Daniel Yusmic Menolak
Ketua MK Suhartoyo mengatakan ada dua hakim yang berpendapat berbeda atau dissenting opinion terkait putusan tersebut.
"Terhadap putusan mahkamah a quo terdapat dua hakim yang berpendapat berbeda, yaitu Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh. Bahwa dissenting dimaksud dianggap diucapkan. Namun pada pokoknya, dua hakim tersebut berpendapat para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing sehingga mahkamah seharusnya tidak melanjutkan pemeriksaan pada pokok permohonan," ujarnya, Kamis (2/1/2025).
Dalam amar putusan yang dibacakan pada perkara No.62/PUU-XXII/2024, MK menyatakan ambang batas pencalonan presiden yang saat ini berlaku 20% inkonstitusional. Artinya, pencalonan presiden oleh partai politik tidak harus memiliki suara 20% di DPR.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (2/1/2025).
MK juga menyatakan dalam putusannya bahwa pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 alias inkonstitusional.
"Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," lanjut Suhartoyo.
Pemohon dari perkara No.62/PUU-XXII/2024 adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoirul Fatna.
Sebagaima diketahui, norma yang diujikan adalah Pasal 222 UU Pemilu yang menyatakan “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”