Bisnis.com, JAKARTA — Rusia memperingatkan pemerintahan Amerika Serikat (AS) yang baru di bawah kepemimpinan Donald Trump agar tidak melanjutkan uji coba nuklir, dengan mengatakan bahwa Moskow akan tetap membuka pilihannya sendiri di tengah apa yang disebutnya sebagai sikap "sangat bermusuhan" Washington.
Dimulainya kembali pengujian oleh dua negara dengan kekuatan nuklir terbesar di dunia akan mengawali era baru yang genting hampir 80 tahun sejak Amerika Serikat menguji bom nuklir pertama di Alamogordo, New Mexico pada bulan Juli 1945.
Rusia, Amerika Serikat, dan China tengah melakukan modernisasi besar-besaran persenjataan nuklir mereka tepat saat perjanjian pengendalian senjata era Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat runtuh.
Dalam sebuah sinyal eksplisit kepada Washington, Wakil Menteri Luar Negeri Sergei Ryabkov, yang mengawasi pengendalian senjata, mengatakan Trump telah mengambil posisi radikal terkait Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif (CTBT) selama masa jabatan pertamanya.
"Situasi internasional saat ini sangat sulit, kebijakan Amerika dalam berbagai aspeknya sangat bermusuhan dengan kita saat ini," kata Ryabkov dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Rusia Kommersant dikutip dari Reuters, Sabtu (28/12/2024).
"Jadi, pilihan bagi kita untuk bertindak demi kepentingan memastikan keamanan dan tindakan serta langkah-langkah potensial yang harus kita lakukan untuk melakukan ini - dan untuk mengirimkan sinyal yang sesuai secara politis... tidak mengesampingkan apa pun," lanjutnya.
Baca Juga
Selama masa jabatan pertama Trump sebagai presiden pada tahun 2017-2021, pemerintahannya membahas apakah akan melakukan uji coba nuklir AS pertama sejak tahun 1992.
Pada 2023 lalu, Presiden Vladimir Putin secara resmi mencabut ratifikasi Rusia atas Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif (CTBT), yang menjadikan negaranya sejalan dengan Amerika Serikat.
Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif ditandatangani oleh Rusia pada 1996 dan diratifikasi pada 2000. Amerika Serikat menandatangani perjanjian tersebut pada 1996 tetapi belum meratifikasinya.
Uji Coba Nuklir
Ada kekhawatiran di antara beberapa pakar pengendalian senjata bahwa AS bergerak menuju kembalinya pengujian sebagai cara untuk mengembangkan senjata baru dan pada saat yang sama mengirim sinyal kepada para pesaing seperti Rusia dan China.
Menurut data dari Federasi Ilmuwan Amerika, Rusia, yang memiliki 5.580 hulu ledak, dan Amerika Serikat, sebanyak 5.044, sejauh ini merupakan kekuatan nuklir terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 88% senjata nuklir dunia. Sementara itu, China memiliki sekitar 500 hulu ledak.
Dalam lima dekade antara 1945 dan Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif 1996, lebih dari 2.000 uji coba nuklir dilakukan, 1.032 di antaranya oleh Amerika Serikat dan 715 di antaranya oleh Uni Soviet, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Rusia pada era pasca-Soviet belum pernah melakukan uji coba nuklir. Uni Soviet terakhir kali melakukan uji coba pada tahun 1990.