Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno menilai bahwa pemilihan kepala daerah alias Pilkada tidak langsung hanya akan menguntungkan elite politik.
Adi bahkan menuturkan kalau partai politik terutama pendukung pemerintah ngotot untuk melaksanakan Pilkada dipilih oleh DPRD maka yang akan terjadi hanya demokrasi elite.
Dia berpandangan nantinya elite-elite partai dan DPRD lah yang menjadi faktor determinan di atas segala-galanya, karena rakyat di bawah itu tidak terlibat dalam penentuan siapa yang menjadi gubernur, bupati, dan wali kota.
“Dan memang harus siap-siap efeknya bahwa kepala daerah yang terpilih itu bisa saja tidak sesuai dengan selera rakyat dan hanya sesuai dengan selera elit,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, pada Sabtu (21/12/2024).
Dilanjutkan Adi, dirinya juga khawatir bila Pilkada dipilih oleh DPRD maka akan ada peluang untuk hanya memunculkan calon jadi-jadian atau asal-asalan saja.
“Karena seringkali atas nama koalisi mayoritas, koalisi yang cukup gemuk partai-partai itu kan ditekan untuk tidak mengusung paslon tertentu, kan itu yang sebenarnya dikhawatirkan dalam Pilkada oleh DPRD. Ya calon yang dilahirkan itu ya hanya calon jadi-jadian dan asal-asalan,” jelasnya.
Baca Juga
Adapun, Adi melihat bahwa wacana yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto terkait Pilkada dipilih oleh DPRD perlu dimaknai dua hal.
Pertama, katanya, itu merupakan bentuk kritik presiden kepada semua pihak, partai, paslon, dan timses agar jangan lagi terulang bahwa Pemilu itu berbiaya mahal.
“Ini kan kritik sebenarnya buat politik kita yang pasca reformasi itu kan berbiaya mahal. Nah yang kedua tentu kritiknya juga kan dialamatkan kepada pemangku kepentingan, DPR dan pemerintah, jangan lagi dana yang digunakan oleh penyelenggara negara ini cukup banyak,” terang Adi.
Misalnya saja, kata dia, Pilkada serentak kemarin kurang lebih menghabiskan dana sebesar Rp41 triliun, tetapi kualitas penyelenggaraan dan hasil Pilkada itu jauh dari harapan.
Kedua menurut Adi, jika memang anggaran penyelenggaraan Pilkada mahal dan hasilnya pun tak bagus, kemudian politik uang juga dianggap sebagai berhala baru, maka wajar jika pada akhirnya Pilkada dipilih oleh DPRD.
“Meski pada saat yang bersamaan, ide mengembalikan kepala daerah dipilih oleh DPRD sebenarnya tidak bisa menghilangkan potret ataupun tidak bisa menghilangkan praktik politik uang,” tukasnya.