Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pledoi Helena Lim di Kasus Korupsi Timah, Singgung Soal Julukan Crazy Rich PIK

Helena Lim mengaku popularitas sebagai Crazy Rich PIK menjadi beban, terutama dalam kasus peradilan pelanggaran izin timah
Helena Lim Crazy Rich PIK
Helena Lim Crazy Rich PIK

Bisnis.com, JAKARTA – Helena Lim, terdakwa dalam kasus korupsi komoditas timah, menjelaskan bagaimana julukan “Crazy Rich PIK” yang melekat pada dirinya justru menyeretnya ke dalam perkara hukum ini.

Dalam nota pembelaannya, Helena mengungkapkan, "Saya Helena Lim, duduk di hadapan Majelis Hakim Yang Mulia sebagai Terdakwa Kasus Korupsi Timah. Saya ingin sedikit bercerita tentang seberapa mahalnya harga sebuah popularitas disebut sebagai ‘Crazy Rich Pantai Indah Kapuk."

Helena menjelaskan bahwa julukan tersebut bermula dari kesan publik terhadap seorang perempuan yang hidupnya mapan, tinggal di rumah megah, menggunakan barang mewah, dan memiliki gaya hidup jet set. “Wanita itu adalah saya, Helena Lim, terdakwa yang duduk di hadapan Yang Mulia,” lanjutnya.

Namun, menurut Helena, popularitas tersebut kini menjadi beban berat baginya, terutama setelah ia dianggap membantu tindak pidana korupsi dan pencucian uang. “Saya merasa sangat tidak adil dan sangat dizalimi oleh JPU hanya karena saya seorang publik figur maka saya dijadikan chopping board, talenan oleh JPU. Bahwa aset saya yang merupakan hasil kerja keras saya selama 30 tahun terancam dirampas,” ungkapnya.

Helena menjadi terdakwa setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai bahwa money changer miliknya, PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE), menjadi tempat penampungan dana terkait kasus korupsi PT Timah Tbk. Transaksi yang dilakukan termasuk dengan terdakwa lain seperti Harvey Moeis.

Helena membantah tuduhan tersebut. Dia menyatakan bahwa banyak money changer lain yang juga bertransaksi dengan Harvey Moeis, tetapi hanya dirinya yang dijadikan tersangka.

"Pola transaksi seluruh money changer sama persis, termasuk ketidaklengkapan syarat administratif seperti tidak menyerahkan KTP, tidak melakukan pelaporan, serta ketidaklengkapan syarat administrasi lain," jelas Helena.

Helena mengakui adanya kelalaian administratif di PT QSE tetapi menegaskan bahwa tidak ada niat untuk membantu tindak pidana korupsi. Ia juga menekankan bahwa dirinya tidak mengetahui asal dana dari Harvey Moeis dan para terdakwa lainnya.

“Money Changer juga tidak ada kewajiban untuk mengetahui tujuan transaksi. Penulisan tujuan transaksi di slip setoran bank merupakan inisiatif pihak penyetor tanpa arahan atau instruksi dari PT QSE,” tegasnya.

JPU menuntut Helena Lim hukuman 8 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan, serta membayar uang pengganti Rp210 miliar subsider 4 tahun kurungan. JPU menyebut aliran dana sebesar Rp 420 miliar mengalir ke Helena Lim dan Harvey Moeis.

Helena membantah jumlah tersebut, menyatakan bahwa angka Rp 420 miliar hanya muncul dari perhitungan sementara yang diminta penyidik selama pemeriksaan. “Tidak mungkin saya bisa mengingat ribuan bahkan jutaan transaksi tanpa melihat data dari rekening koran,” katanya.

Ia menilai tuntutan uang pengganti Rp210 miliar sangat tidak proporsional dan jauh dari rasa keadilan. Mengingat keuntungan bisnis yang ia jalankan berasal dari selisih kurs yang hanya sekitar Rp 10 hingga Rp 30 per valuta asing.

Helena lantas memohon kepada hakim agar memberikan vonis yang adil. Dia meminta hakim mempertimbangkan kepantasan tuntutan 8 tahun dan tambahan 4 tahun. Helena juga mengaku tidak mampu membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper