Bisnis.com, JAKARTA - Calon Presiden AS dari Partai Demokrat Kamala Harris tercatat unggul tipis 46% berbanding 43% atas lawannya dari Partai Republik Donald Trump, berdasarkan jajak pendapat Reuters/Ipsos yang baru.
Mengutip Reuters pada Rabu (23/10/2024), keunggulan Harris dalam jajak pendapat enam hari, yang ditutup pada Senin waktu setempat, tidak jauh berbeda dengan keunggulannya sebesar 45% berbanding 42% dari Trump dalam jajak pendapat Reuters/Ipsos yang dilakukan seminggu sebelumnya.
Hasil ini semakin memperkuat pandangan bahwa persaingan antara kedua calon akan sangat ketat dengan hanya dua minggu tersisa sebelum pemilu 5 November 2024.
Kedua hasil jajak pendapat menunjukkan Harris unggul, dengan jajak pendapat terbaru menunjukkan Harris hanya unggul 2 poin persentase jika menggunakan angka yang tidak dibulatkan.
Baca Juga : IMF Sebut Pilpres AS Picu Ketidakpastian Global |
---|
Jajak pendapat baru ini menunjukkan bahwa para pemilih memiliki pandangan yang buruk terhadap kondisi perekonomian dan imigrasi - dan mereka umumnya mendukung pendekatan Trump terhadap isu-isu ini.
Sekitar 70% pemilih terdaftar dalam jajak pendapat mengatakan biaya hidup mereka berada di jalur yang salah, sementara 60% mengatakan perekonomian sedang menuju ke arah yang salah dan 65% mengatakan hal yang sama mengenai kebijakan imigrasi.
Para pemilih juga mengatakan perekonomian dan imigrasi, serta ancaman terhadap demokrasi, merupakan masalah paling penting di negara ini.
Ketika ditanya kandidat mana yang memiliki pendekatan lebih baik dalam isu ini, Trump memimpin dalam bidang ekonomi – 46% berbanding 38% – dan dalam bidang imigrasi dengan 48% berbanding 35%.
Imigrasi juga menjadi isu nomor satu ketika responden ditanya mengenai hal apa yang paling harus menjadi fokus presiden berikutnya dalam 100 hari pertama masa jabatannya. Sekitar 35% memilih imigrasi, dengan 11% menyatakan kesenjangan pendapatan dan 10% menyatakan memilih layanan kesehatan dan pajak.
Namun, Trump mendapat hasil buruk dalam pertanyaan kandidat mana yang lebih baik dalam mengatasi ekstremisme politik dan ancaman terhadap demokrasi. Harris tercatat memimpin kategori ini dengan perolehan suara 42% berbanding 35%. Dia juga memimpin kebijakan aborsi dan kebijakan kesehatan.
Persaingan Ketat
Keunggulan Harris atas Trump mungkin tidak cukup untuk memenangkan pemilihan meskipun pemilu tersebut berlangsung hingga 5 November.
Survei nasional, termasuk jajak pendapat Reuters/Ipsos, memberikan sinyal penting mengenai pandangan para pemilih, namun hasil Electoral College tiap negara bagian menentukan pemenangnya.
Sebanyak tujuh negara bagian yang menjadi medan pertempuran kemungkinan besar akan menjadi penentu. Trump mengalahkan Hillary Clinton dari Partai Demokrat pada pemilu 2016, menang di Electoral College meskipun dia memenangkan suara populer nasional dengan selisih 2 poin.
Presiden Amerika Serikan Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris dalam sebuah acara di Upper Marlboro, Maryland, Amerika Serikat, Kamis (15/8/2024). Bloomberg/Aaron Schwartz
Jajak pendapat menunjukkan Harris dan Trump bersaing ketat di negara-negara bagian yang menjadi medan pertempuran tersebut.
Survei tersebut memberikan tanda-tanda bahwa para pemilih – terutama dari Partai Demokrat – mungkin lebih antusias terhadap pemilu tahun ini dibandingkan menjelang pemilu presiden pada November 2020 ketika Joe Biden dari Partai Demokrat mengalahkan Trump.
Sekitar 79% pemilih terdaftar dalam jajak pendapat tersebut – termasuk 87% dari Partai Demokrat dan 84% dari Partai Republik – mengatakan mereka “sangat yakin” akan memberikan suara dalam pemilihan presiden.
Jumlah responden yang yakin untuk memilih meningkat dari 74% dalam survei Reuters/Ipsos yang dilakukan pada 23-27 Oktober 2020, ketika 74% dari anggota Partai Demokrat dan 79% dari anggota Partai Republik mengatakan mereka pasti akan memberikan suara mereka.
Adapun, jajak pendapat baru ini memiliki margin kesalahan sebesar 2 poin persentase. Harris memasuki pencalonan pada bulan Juli setelah Biden mengakhiri upayanya untuk terpilih kembali menyusul kinerja debat yang buruk melawan Trump pada bulan Juni.
Trump pada saat itu secara luas dipandang sebagai kandidat terdepan, sebagian karena persepsinya mengenai kekuatan ekonomi setelah inflasi tinggi selama beberapa tahun di bawah pemerintahan Biden, yang kemudian mereda dalam beberapa bulan terakhir.
Mengingat persaingan yang ketat, upaya para kandidat untuk memastikan bahwa pendukungnya benar-benar memberikan suara mungkin akan menjadi kunci dalam menentukan pemenang.
Proyeksi dari Biro Sensus AS dan Pew Research Center menyebut, hanya dua pertiga warga dewasa AS yang memberikan suara pada pemilu November 2020, jumlah pemilih tertinggi dalam lebih dari satu abad.
Adapun, perkiraan dari Pew Research Center juga menyebut, sekitar sepertiga dari pemilih terdaftar adalah Demokrat dan sepertiga dari Partai Republik, sedangkan sisanya adalah independen atau mereka yang mendukung partai ketiga.
Jajak pendapat terbaru Reuters/Ipsos menyurvei 4.129 orang dewasa AS secara daring, secara nasional, termasuk 3.481 pemilih terdaftar.
Sebanyak 3.307 responden dianggap paling berpeluang hadir pada hari pemilu. Di antara calon pemilih tersebut, Harris unggul 3 poin persentase atas Trump, yaitu 48% berbanding 45%.