Bisnis.com, JAKARTA - Politisi senior Wanda Hamidah memutuskan untuk keluar dari Partai Golkar usai prahara Badan Legislasi DPR menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan merevisi Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada).
Pengumuman tersebut disampaikan melalui Instagram pribadi miliknya dengan user name @wanda_hamidah.
Wanda mengaku bahwa dirinya juga sudah mengirimkan surat pengunduran diri dari Partai Golkar hari ini Rabu (21/8/2024).
"I'm out from Golkar. I don't wanna be in a wrong side of history. I love my country too much. INDONESIA IS NOT FOR SALE. Panjang umur perlawanan!
Saya keluar dari Golkar. Saya tidak ingin berada di sisi sejarah yang salah. Saya terlalu mencintai negara saya. INDONESIA TIDAK UNTUK DIJUAL. Panjang umur perlawanan" tulis Wandah seperti dikutip, Rabu (21/8/2024).
Mundurnya Wanda Hamidah tersebut juga diikuti dengan postingan foto berwarna biru dengan lambang burung garuda bertuliskan "Peringatan Darurat" dan narasi di bawah foto tersebut.
Baca Juga
Dalam narasi tersebut, Wanda mengatakan bahwa dirinya sudah tidak mau jadi bagian dari sejarah Partai Golkar.
"Surat pengunduran diri sudah dilayangkan ya," tuturnya.
Manuver Baleg Anulir Putusan MK
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI memutuskan untuk menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat ambang batas pencalonan di Pemilihan Kepala daerah (Pilkada).
Dalam rapat Baleg DPR yang dihadiri oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi memimpin jalannya rapat untuk membahas daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Pilkada.
Setelah hampir satu jam, Baleg akhirnya membahas pasal tambahan yang memasukkan putusan MK tentang Pilkada yang diketok oleh Hakim Konstitusi pada Selasa (20/8/2024).
"Ada usulan baru berkaitan dengan pasal 40, menyikapi dampak putusan MK yang baru ditetapkan. Kami bacakan satu per satu," ujar Achmad Baidowi di kompleks parlemen, Rabu (21/8/2024).
Adapun, dalam rapat di Baleg DPR ketentuan pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftaran calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
Artinya, tidak ada perubahan RUU Pilkada yang diajukan Baleg DPR saat ini, dan mengacu putusan MK, jika dibandingkan dengan UU No 10/2016 tentang Pilkada. Berikut perbandingannya:
Pasal 40 UU No 10/2016 tentang Pilkada
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan
Setelah itu, Baleg DPR baru memasukkan pasal baru terkait ambang batas dengan menafsirkan putusan MK. Berikut detilnya:
(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta (2.000.000) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut;
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta (2.000.000) jiwa sampai 6 juta (6.000.000) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan koma lima persen) di provinsi tersebut;
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta (6.000.000) jiwa sampai 12 juta (12.000.000) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut;
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam koma lima persen) di provinsi tersebut.