Bisnis.com, JAKARTA - Komisi III DPR segera memanggil Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) untuk mendalami putusan ganjil Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang membebaskan terdakwa Gregorius Ronald Tannur.
Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menilai, putusan PN Surabaya tersebut sangat tidak adil untuk keluarga korban. Apalagi, adanya indikasi kuat pelanggaran oleh majelis hakim ketika memimpin persidangan seperti seakan ambil kesimpulan sebelum putusan.
"Jadi saya pikir saya kita harus bersama-sama mengawal ini, dan di masa sidang nanti kami agendakan rapat khusus dengan KY dan kami juga akan mengundang Mahkamah Agung untuk membahas terkait masalah ini," ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (29/7/2024).
Dia menjelaskan, saat ini DPR masih dalam masa reses. DPR, lanjutnya, baru memanggil KY dan MA usai pihaknya memasuki masa sidang pada 16 Agustus mendatang.
Lebih lanjut, Habiburokhman mengungkapkan Komisi III DPR juga akan mendorong agar pihak berwajib melakukan pencekalan ke Ronald Tannur agar tidak bisa ke luar negeri. Menurutnya, putra anggota DPR RI nonaktif Fraksi PKB Edward Tannur itu berpotensi lari ke luar negeri padahal keputusan bebasnya belum final karena masih aja pengajuan kasasi.
"Akan sia-sia proses hukum kalau sudah diputus, si terdakwanya sudah tidak ada di Indonesia. Itu menjadi concern kami soal pencekalan, kami akan maksimal ya dorong kepada Imigrasi, aparat terkait agar dilakukan pencekalan ini," katanya.
Baca Juga
Sebelumnya, PN Surabaya memutus bebas terdakwa Ronald Tannur atas dakwaan terkait pembunuhan Dini. Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Erintuah Damanik menyatakan Ronald tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan.
"Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP," ujarnya di Surabaya, Rabu (24/7/2024).
Hakim juga menganggap terdakwa masih ada upaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis yang dibuktikan dengan upaya terdakwa yang sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Meski demikian, Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar menyatakan pihaknya akan mengajukan kasasi atas putusan hakim PN Surabaya tersebut. Kejagung menilai putusan tersebut tidak tepat karena seakan bukti yang diajukan penuntut umum tidak dianggap.
Harli menekankan bahwa barang bukti seperti CCTV yang telah diajukan oleh penuntut umum terkesan dikesampingkan oleh hakim PN Surabaya. Pasalnya, pertimbangan hakim lebih menekankan kepada fakta bahwa tidak adanya saksi saat kejadian.