Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengkritisi hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memutus bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur atas dakwaan terkait pembunuhan korban Dini Sera Afriyanti (29).
Sahroni bahkan menyebutkan hakim tersebut sedang tidak sehat karena membebaskan Ronald Tanur yang merupakan putra dari anggota DPR RI nonaktif Fraksi PKB Edward Tannur.
"Terkait dengan putusan Pengadilan Negeri Surabaya, saya sudah sampaikan kemarin ini hakimnya sakit. Mungkin dia enggak punya anak, seorang anak perempuan yang bisa merasakan bagaimana perempuan ini diperlakukan tidak selayaknya," kata Sahroni di Nasdem Tower, Jakarta Pusat, Kamis (25/7/2024).
Padahal, lanjutnya, jaksa penuntut umum sudah menuntut Ronald Tanur selama 12 tahun penjara. Namun, hakim malah memutuskan Ronald Tanur bebas.
Sahroni tidak habis pikir. Oleh sebab itu, dia meminta pihak yang berwenang untuk memeriksa putusan PN Surabaya tersebut.
"Ada apakah gerangan, sampai akhirnya divonis bebas? Terang benderang bahwa tindak pidana yang sangat jelas pada tahun 2023, dengan penganiayaan yang menyebabkan seorang perempuan meninggal dunia, ini kan fatal," jelas elite Partai Nasdem ini.
Baca Juga
Sebagai informasi, Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Erintuah Damanik menyatakan Ronald tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya korban.
"Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP," ujarnya di Surabaya, Rabu (24/7/2024).
Hakim juga menganggap terdakwa masih ada upaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis yang dibuktikan dengan upaya terdakwa yang sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan
Sementara itu, Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar menyatakan pihaknya akan mengajukan kasasi atas putusan hakim PN Surabaya tersebut. Kejagung menilai putusan tersebut tidak tepat karena seakan bukti yang diajukan penuntut umum tidak dianggap.
"Jadi memang kita harus kasasi itu, karena melihat fakta-fakta persidangan dan pertimbangan hakim itu nampaknya tidak tepat," ujarnya kepada wartawan, Kamis (25/7/2024).
Lebih lanjut, kata Harli, barang bukti seperti CCTV yang telah diajukan oleh penuntut umum terkesan dikesampingkan oleh hakim PN Surabaya. Pasalnya, pertimbangan hakim lebih menekankan pada tidak adanya saksi.
Adapun, menurutnya, pertimbangan vonis bebas soal terdakwa yang melakukan upaya pertolongan kepada korban dinilai janggal. Seharusnya, kata Harli, terdakwa sudah melakukan pembunuhan.