Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Vladimir Putin mengatakan bahwa Rusia tidak perlu menggunakan senjata nuklir untuk kemenangan dari Ukraina.
Dia memberikan sinyal bahwa Kremlin hingga saat ini menyatakan bahwa konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua tidak akan meningkat menjadi perang nuklir.
Sejak Putin memerintahkan pasukannya masuk ke Ukraina pada Februari 2022, dia telah mengatakan dalam beberapa kesempatan bahwa Rusia akan menggunakan senjata semacam itu jika diperlukan untuk mempertahankan diri, yang menurut Barat merupakan ancaman nuklir.
Adapun saat ditanyai pada sesi pleno Forum Ekonomi Internasional St Petersburg oleh moderator Sergei Karaganov, seorang analis Rusia yang berpengaruh, tentang kemungkinan Rusia harus menggunakan nuklir ke Ukraina, Putin mengatakan dia tidak melihat syarat untuk menggunakan senjata seperti itu.
"Penggunaannya [senjata nuklir] dimungkinkan dalam kasus luar biasa jika terjadi ancaman terhadap kedaulatan dan integritas wilayah negara. Saya rasa kasus seperti itu tidak akan terjadi. Hal seperti itu tidak diperlukan," kata Putin, dilansir Reuters, pada Sabtu (8/6/2024).
Moskow menganggap Krimea yang direbutnya dari Ukraina pada 2014 dan 4 wilayah Ukraina lainnya kini sebagai bagian integral dari wilayahnya sendiri, sehingga meningkatkan kemungkinan serangan nuklir, jika Kyiv tampaknya siap untuk merebut kembali wilayah tersebut.
Baca Juga
Ukraina telah meningkatkan serangan pesawat tak berawak (drone) dan rudal terhadap sasaran Rusia, termasuk di Krimea, dan berjanji untuk mengusir semua pasukan Rusia dari wilayahnya.
Putin mengatakan dia tidak mengesampingkan perubahan pada doktrin nuklir Rusia, yang menetapkan kondisi di mana senjata tersebut dapat digunakan.
Selain itu, dia juga mengatakan bahwa jika diperlukan Rusia dapat melakukan uji coba senjata nuklir, meskipun dia memandang hal tersebut tidak perlu dilakukan untuk saat ini.
Perdebatan publik mengenai serangan nuklir di forum ekonomi utama Rusia tampaknya merupakan upaya Kremlin untuk mengurangi ketakutan terhadap nuklir, ketika perang di Ukraina meningkat menuju fase yang menurut diplomat Rusia dan AS merupakan fase paling berbahaya.
Seperti diketahui, Rusia dan Amerika Serikat (AS) menjadi negara yang menguasai hampir 90% senjata nuklir dunia.