Bisnis.com, JAKARTA -- Sidang eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo kembali membuka fakta kasus pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Kasus ini belakangan turut menyeret Partai Nasdem.
Partai bentukan bekas politisi senior Golkar, Surya Paloh, disebut-sebut menerima aliran uang 'panas' dari Kementan, yang saat itu dipimpin oleh SYL.
Sejumlah kader maupun pejabat elite Nasdem dihadirkan pada pemeriksaan baik dalam tahap penyidikan maupun persidangan. Di persidangan, jaksa dan hakim menggali sederet fakta dari para saksi ihwal berapa uang Kementan yang mengalir untuk kepentingan partai tersebut.
Guna mengonfirmasi lebih lanjut sederet fakta persidangan yang sudah ada, jaksa menghadirkan Bendahara Umum Nasdem Ahmad Sahroni sebagai saksi tambahan, Rabu (5/6/2024). Dia belum pernah diperiksa atau di-BAP pada penyidikan kasus pemerasan SYL.
Meski demikian, Sahroni sudah pernah diperiksa pada penyidikan kasus dugaan pencucian uang SYL. Dugaan pencucian uang itu merupakan pengembangan perkara dari kasus pemerasan yang lebih dulu menjeratnya dan sudah dilimpahkan ke pengadilan.
Aliran uang ke Nasdem dengan nilai terbesar yang diketahui mencapai Rp850 juta. Informasi itu awalnya diungkap oleh saksi Joice Triatman, selaku Wakil Bendahara Umum Nasdem dan mantan staf khusus SYL saat di Kementan.
Baca Juga
Uang tersebut, ungkap Joice, ditujukan untuk acara pendaftaran bakal calon anggota legislatif (caleg) Nasdem ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Juni 2023. Acara itu diketuai oleh SYL. Dia memerintahkan Joice agar berkoordinasi dengan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, yang saat ini juga menjadi terdakwa, terkait dengan dukungan dana Rp1 miliar untuk acara Nasdem itu.
Namun demikian, Kasdi menyatakan nilai yang diminta SYL melalui Joice terlalu besar. Mereka pun bernegosiasi hingga tercapai nilai yang disepakati Rp850 juta.
Berdasarkan catatan Bisnis, fakta persidangan yang bergulir mengungkap pola pemerasan yang dilakukan SYL di Kementan. Permintaan uang biasanya disampaikan ke Kasdi dan diteruskan ke pejabat-pejabat Kementan mulai dari tingkat dirjen/kepala badan hingga kepala bagian umum.
Pada persidangan, Rabu (5/6/2024), meski dicecar hakim, Sahroni mengaku tidak tahu menahu ihwal permintaan uang Rp850 juta itu maupun peruntukannya. Hal itu kendati pada akhirnya dia mengetahui adanya aliran uang panas itu saat staf accounting Nasdem, Lena, diperiksa penyidik KPK.
"Sebenarnya gini, Yang Mulia, kalau proses di kepartaian biasanya di level bawah memberikan laporan kepada tingkatan yang di atasnya. Setelahnya, biasanya kalau ada ketua panitia, staf yang sudah dibentuk itu melaporkan kepada ketua panitia. Tidak selalu harus melalui bendahara umum, Yang Mulia," ujar Sahroni di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).
Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR itu juga mengungkap telah mengembalikan uang tersebut. Namun, jumlahnya tidak sama dengan yang awalnya disepakati antara Joice dan Kasdi.
Sahroni menceritakan, uang yang dipulangkan ke rekening KPK beberapa bulan lalu itu sebesar Rp860 juta. Sebesar Rp820 juta merupakan duit yang diterima untuk acara pendaftaran bacaleg Nasdem, sedangkan Rp40 juta sisanya merupakan uang untuk bantuan bencana yang dikirim ke rekening Fraksi Nasdem di DPR. Adapun hanya Rp40 juta itu yang tercatat oleh jaksa KPK di surat dakwaan.
BANTAH SOAL SEMBAKO HINGGA SAPI KURBAN
Berbeda dengan uang hampir Rp900 juta itu, Sahroni mengaku lebih tidak tahu menahu soal permintaan sembako untuk 34 provinsi dan 1 ton telur yang diatasnamakan sayap partai Nasdem, Garnita.
Sebagai informasi, Garnita diketuai oleh anak perempuan SYL yang saat ini menjadi anggota DPR, Indira Chunda Thita. Sejumlah saksi di persidangan SYL sebelumnya telah menyebut nama Thita sebagai penerima uang maupun manfaat dari pejabat atau direktorat di Kementan.
Beberapa di antaranya berupa sembako berjumlah 200 paket untuk setiap provinsi maupun 1 ton telur. Meski demikian, SYL membantah partainya mengetahui perihal permintaan atas nama Garnita. Dia menyebut kepemimpinan Garnita berdiri sendiri kendati terafiliasi Nasdem.
"Terkait dengan yang dilakukan Ketua Umum Garnita, sayap partai, tidak selalu perintah partai. Tidak ada pernah ketua umum saya menyampaikan perintah untuk membagikan sembako, telur. Tidak ada," ujarnya.
Meski demikian, Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh kembali mencecar Sahroni apabila pengurus Nasdem sama sekali tidak mengetahui adanya penyaluran bantuan-bantuan yang dibiayai oleh uang Kementan tersebut.
"Saudara tahu tetapi diam, atau pengurus diam, berarti menyetujui kegiatan itu?," tanya Hakim Rianto.
"Selama dalam proses kebaikan yang dilakukan ketua umum sayap partai, dari uang pribadi kami bangga, yang Mulia. Tetapi kalau uangnya itu entah dari mana apalagi fasilitas negara itu pasti kita larang, Yang Mulia," jawab Sahroni.
Adapun pada persidangan SYL, Senin (27/5/2024), Wakil Bendahara Umum Nasdem sekaligus bekas staf khusus SYL di Kementan, Joice Triatman, mengaku pernah mendapatkan sederet instruksi dari pihak SYL terkait dengan program-program partai.
Misalnya, pengadaan paket sembako untuk disebarkan di 34 provinsi. Di setiap provinsi, Nasdem melalui kantor DPW membagikan 200 paket sembako.
Sembako itu, terang Joice, dibagikan oleh sayap partai Nasdem, Garnita, jelang Ramadan beberapa tahun lalu. Tidak hanya itu, Joice juga mengaku adanya pengadaan 1 ton telur untuk setiap provinsi atas nama Garnita Nasdem. Namun, perintah itu diterimanya dari Indira Chunda Thita, ketua umum Garnita sekaligus anak SYL.
"Apakah perintah bu Thita adalah perintah partai?," tanya Hakim Rianto pada sidang pekan lalu.
"Tidak tahu saya, Yang Mulia," ujar Joice.
REAKSI SURYA PALOH
Ketua Umum Nasdem Surya Paloh pun disebut capek mendengar pemberitaan terkait dengan sidang kasus SYL. Apalagi, kadernya yang diangkat menjadi menteri pada pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu disebut berfoya-foya dengan uang yang bukan haknya.
"Ketua Umum sudah capek, Yang Mulia," kata Sahroni, saat ditanya oleh Hakim Rianto apabila partai sudah pernah membahas soal fakta persidangan SYL.
Pria yang dijuluki Crazy Rich Tanjung Priok itu lalu mengungkap, partainya tak akan membayar uang di luar Rp860 juta yang sudah dikembalikan KPK. Hal itu mencakup permintaan sembako, 1 ton telur maupun sapi kurban yang diatasnamakan Partai Nasdem.
"Izin, Yang Mulia. Terkait dengan yang kami tahu jumlahnya seperti sumbangan Rp860 juta, kemungkinan kalau kami tahu kami kembalikan. Masalahnya [yang lain] kami enggak tahu, Yang Mulia. Sembako, telur dan sapi kurban, kami enggak tahu, Yang Mulia," ujar Sahroni.
"Jadi saudara tidak punya kewajiban untuk mengembalikan itu?," tanya Hakim Rianto lagi.
"Enggak ada kewajiban karena kami enggak tahu, Yang Mulia," tutur Sahroni.
Di sisi lain, SYL sebagai terdakwa membantah penyaluran bantuan berupa sembako maupun kurban yang disebut di persidangan merupakan penyelewengan. Dia berpendapat bahwa bantuan itu tidak diatasnamakan partai, melainkan Garnita yang merupakan ormas.
"Saya sebagai menteri yang diangkat oleh partai Nasdem. Ketua Garnita-nya juga kebetulan anak saya, sepanjang itu tidak diselewengkan sah-sah saja, apalagi bukan atas nama partai, Pak Sahroni. Bukan. Ini ormas. Ini harus dipertegas sehingga ada pemisahan, antara ormas, ormas partai dan partai itu sendiri," kata SYL saat menanggapi kesaksian Sahroni.
Untuk diketahui, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa SYL, mantan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta memeras pejabat maupun direktorat/lembaga di lingkungan Kementan dengan total mencapai Rp44,54 miliar selama 2020-2023.