Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengungkit sejumlah problem dalam pembentukan kementerian di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah muncul isu yang menyebutkan kabinet presiden terpilih Prabowo Subianto memiliki 40 kementerian.
Habiburokhman menjelaskan, di DPR sering muncul kritik bahwa banyak kementerian-kementerian di kabinet Jokowi yang seakan dipaksakan untuk bergabung menjadi satu. Akibatnya, lanjut wakil ketua Komisi III DPR ini, satu kementerian bisa mengurusi dua permasalahan yang sangat berbeda.
"Saya lima tahun di DPR, banyak juga masukan soal kementerian-kementerian yang seolah-olah dipaksa untuk match [disatukan]," ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (6/5/2024).
Dia mencontohkan, di Kementerian Hukum dan HAM ada Direktorat Jenderal (Ditjen) Administrasi Hukum Umum dan Ditjen Pemasyarakatan. Padahal, menurutnya, kedua ditjen itu memiliki urusan yang tak ada hubungannya.
Habiburokhman juga mencontohkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Menurutnya, Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus diurus pejabat khusus masing-masing karena di DPR juga ditangani oleh komisi yang berbeda.
"Konsekuensinya ya, ya itu dia bisa ada pengembangan jumlah kementerian dan lembaga," jelasnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, dia tidak mau mengonfirmasikan apakah benar Prabowo ingin membentuk 40 kementerian di kabinetnya. Di samping itu, Habiburokhman juga tidak heran dengan kekhawatiran sejumlah kelompok masyarakat bahwa kabinet gemuk Prabowo hanya untuk mengakomodir kepentingan politik banyak pihak.
Meski demikian, Habiburokhman meminta masyarakat percayakan urusan kabinet ke Prabowo. Bagaimanapun, lanjutnya, konstitusi sudah mengatur bahwa urusan kementerian merupakan hak prerogatif seorang presiden.
"Apakah besar, efektif, tidak efektif, dan lain sebagainya, kan tentu pertimbangan beliau [Prabowo] karena yang akan terima rapor dari rakyat itu beliau ya. Kita serahkan kepada beliau, melaksanakan dan mengeksekusi hak-haknya tersebut," tutupnya.