Bisnis.com, JAKARTA - Jemaah Aolia menjadi viral di publik setelah menggelar Idulfitri 2024 atau 1445 H lebih awal dari masyarakat Indonesia, pada Jumat (5/4/2024). Berikut cara penentuan 1 Syawal sesuai dengan ajaran Islam.
Kabar tersebut menjadi sorotan setelah pemimpin jemaah Aolia, Raden Ibnu Hajar Pranolo atau biasa disapa Mbah Benu, mengatakan sudah menelepon Allah untuk menggelar Idulfitri lebih awal tersebut.
Dia memberikan klarifikasi dan mengaku bahwa ucapannya tersebut hanya istilah dan maksud sebenarnya adalah perjalanan spiritualnya dan kontak batin yang dia lakukan dengan Allah SWT.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrur Rozi atau biasa disapa Gus Fahrur menanggapinya, dengan mengatakan ucapan Mbah Benu tersebut bisa masuk kategori pelecehan terhadap ajaran Islam.
"Ini sungguh memprihatinkan, harus dicegah dan tidak boleh terulang kembali. Statemen pimpinan jemaah seperti ini membingungkan masyarakat, bahkan bisa masuk kategori pelecehan terhadap ajaran Islam. Suatu narasi yang tidak masuk dalam kategori kebebasan berpendapat," katanya, dalam keterangan resmi, Sabtu (6/4/2024).
Lalu, seperti apa penetapan 1 Syawal 1445 Hijriyah yang sesuai tuntunan ajaran agama Islam, yang akan digelar oleh pemerintah pusat nanti?
Baca Juga
Pemerintah RI melalui Kementerian Agama (Kemenag) akan menggelar Sidang Isbat untuk penentuan 1 Syawal 1445 Hijriyah atau Hari Raya Idulfitri 2024, pada Selasa (9/4/2024).
Sidang isbat tersebut dilakukan dengan melakukan pemantauan hilal atau rukyatulhilal, di semua provinsi di Indonesia.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat Islam, Kamaruddin Amin menerangkan akan menurunkan tim untuk melihat hilal penentuan 1 Syawal 1445 Hijriyah.
“Untuk sidang isbat awal Syawal ini, Kementerian Agama akan menurunkan tim ke 120 lokasi di seluruh Indonesia. Mereka akan melaporkan, apakah pada hari itu hilal terlihat atau tidak," ujarnya.
Berdasarkan kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura), posisi hilal harus memenuhi kriteria visibilitas hilal (Imkanur Rukyat) yaitu tinggi hilal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat.
Berdasarkan data hisab, ijtimak terjadi pada Selasa, 29 Ramadan 1445 H/9 April 2024 M, sekitar pukul 01.20 WIB. Ijtimak adalah batas antara bulan yang sedang berlangsung dengan bulan berikutnya dalam kalender Hijriyah.
Dia mengatakan bahwa saat matahari terbenam, ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia berada di atas ufuk antara 4° 52.71' sampai dengan 7° 37.84' dan sudut elongasi 8° 23.68' hingga 10° 12.94'.
Lebih lanjut, Kamaruddin mengatakan bahwa posisi hilal penentual 1 Syawal, di waktu tersebut, telah memenuhi kriteria MABIMS.
Dia menjelaskan bahwa hasil hisab dan rukyatulhilal tersebut kemudian akan dibahas dan ditetapkan dalam sidang isbat nanti.
"Jadi kapan Hari Raya Idulfitri, kita masih menunggu keputusan sidang isbat. Hasilnya akan diumumkan secara terbuka melalui konferensi pers,” tambahnya.
Kamaruddin menjelaskan, bahwa pelaksanaan sidang isbat merupakan penetapan secara formal sesuai undang-undang.
Adapun dasar hukum sidang isbat tercantum dalam Pasal 52 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Pasal itu menyebutkan, Pengadilan Agama memberi isbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah.
"Meski semua orang sudah mengetahui posisi hilal, tapi sidang isbat tetap harus dilakukan, karena sidang isbat selain forum penetapan formal, juga forum silaturahmi dan literasi," katanya.
Lalu, dia menambahkan, bahwa sidang isbat merupakan wadah musyawarah organisasi masyarakat Islam, pakar falak dan astronomi, lembaga terkait (BMKG, BIG, Planetarium, ITB Bosscha, UIN, dan lainnya) dalam menentukan bersama waktu memulai ibadah puasa dan berhari raya untuk kemaslahatan umat dan Ukhuwah Islamiyah.
Kemudian, dia menyampaikan bahwa sidang isbat nanti akan dilaksanakan secara tertutup, dan dihadiri oleh Komisi VIII DPR RI, pimpinan MUI, duta besar negara sahabat, perwakilan ormas Islam, serta Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama.