Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUU DKJ Tancap Gas ke Paripurna, Gibran Tak Sekadar Ban Serep?

Baleg DPR dan pemerintah menyetujui Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) untuk dibawa ke sidang paripurna.
RUU DKJ Tancap Gas ke Paripurna, Gibran Tak Sekadar Ban Serep? Suasana gedung bertingkat dan perumahan padat penduduk di Jakarta, Rabu (31/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
RUU DKJ Tancap Gas ke Paripurna, Gibran Tak Sekadar Ban Serep? Suasana gedung bertingkat dan perumahan padat penduduk di Jakarta, Rabu (31/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Sebanyak delapan fraksi di DPR RI sepakat menyetujui Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) untuk dibawa ke sidang paripurna.

Hanya satu fraksi yang tercatat menolak RUU DKJ yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Mereka menilai pembahasan RUU DKJ itu terlalu terburu-buru dibahas oleh pihak DPR dan Pemerintah serta tidak ada keterlibatan masyarakat dalam pembahasannya.

"Rendahnya partisipasi dari masyarakat  sudah membuat lemah RUU DKJ. Proses pembahasannya sama seperti Ciptaker dan RUU IKN, semua prosesnya terburu-buru," ujar Anggota Baleg DPR RI, Anshory Siregar di Gedung DPR Jakarta, Senin (18/3/2024).

Dia juga mengatakan bahwa RUU DKJ masih cacat prosedural karena waktu untuk membahasnya sangat terbatas. Selain itu, Anshory juga mengatakan bahwa RUU DKJ bisa bertabrakan dengan aturan hukum yang berlaku.

"Kami Fraksi PKS dengan memohon kepada Allah SWT dengan mengucapkan bismillah menolak RUU DKJ," imbuhnya.

Berikut beberapa kesepakatan antara Baleg DPR dan Pemerintah terkait isi dari RUU DKJ yang dibawa ke sidang paripurna:

1. Peralihan Asset DKJ Dihapus

Baleg DPR RI dan pemerintah sepakat untuk menghapus ketentuan dalam RUU DKJ yang mengatur agar aset kepemilikan pemerintahan pusat diserahkan ke pemerintah Provinsi DKJ, seusai tidak menjadi ibu kota negara.

Kesepakatan bersama tersebut menganulir DIM nomor 561 terkait Pasal 61 RUU DKJ yang menyebutkan bahwa, "Pemerintah pusat menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan Kawasan Gelora Bung Karno, Kawasan Monumen Nasional, dan Kawasan Kemayoran kepada Provinsi Daerah Khusus Jakarta".

"Baik, dengan [daftar inventarisasi masalah/DIM] 561 itu jadinya dihapus ya,” Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas yang memimpin jalannya rapat panitia kerja (panja) pembahasan DIM RUU DKJ di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, dilansir dari Antara.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban yang mewakili pemerintah menjelaskan usulan pemerintah menghendaki kepemilikan aset Kawasan GBK, Monumen Nasional, dan Kemayoran tetap dikelola pemerintah pusat setelah ibu kota negara berpindah dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) karena objek tersebut masuk sebagai barang milik negara (BMN) yang pengelolaannya akan menjadi tanggung jawab Menteri Keuangan.

Hal tersebut, kata dia, sebagaimana ketentuan yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara (UU IKN).

Meski demikian, lanjut Rionald, pemerintah Provinsi DKJ nantinya tetap dapat mengusulkan pemanfaatan barang milik negara tersebut kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, sebagaimana ketentuan yang tercantum dalam Pasal 48 RUU DKJ.

2. Gubernur DKJ Tetap Dipilih Rakyat

Baleg DPR RI bersama pemerintah akhirnya sepakat bahwa gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ) tetap dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa pemerintah mengajukan perubahan klausul atas (DIM) Nomor 74 usul DPR RI terkait mekanisme penetapan gubernur dan wakil gubernur DKJ, sebagaimana termuat dalam Pasal 10 draf RUU DKJ yang menghendaki agar gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden.

"Tadi ada usulan pemerintah, walaupun resmi kelembagaan kita kemarin adalah penunjukan, tapi sekarang pemerintah mengusulkan dengan satu konsekuensi yang berbeda dengan Undang-Undang DKI," katanya dilansir dari Antara, Senin (18/3/2024). 

Dia menjelaskan bahwa adanya perbedaan antara usulan perubahan mekanisme penetapan gubernur dan wakil gubernur DKJ oleh pemerintah tersebut dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU DKI) saat ini.

“Yang pertama, di UU DKI sekarang pemenang Pilkada itu sama dengan pemenang Pilpres, 50 + 1. Sekarang di usulan pemerintah tidak menyebut 50 +1, itu artinya sama dengan pilkada-pilkada yang lain, suara terbanyak,” tuturnya.

3. Kepala Dewan Kawasan Aglomerasi

Rencana menjadikan wakil presiden untuk mengepalai kawasan Jabodetabekjur mulanya tertuang dalam Pasal 55 ayat (3) RUU DKJ yang berbunyi, “Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh wakil presiden”.

Namun, Baleg DPR bersama pemerintah akhirnya menyetujui ihwal tampuk kepemimpinan kawasan aglomerasi itu dengan rumusan baru.

Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas menegaskan kedua belah pihak menyetujui bahwa ketua dan anggota Dewan Kawasan Aglomerasi ditunjuk oleh presiden. Rumusan itu menganulir rumusan lama yang secara spesifik menyebutkan kepemimpinan wakil presiden, sebagaimana yang tertuang dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) draf RUU DKJ.

“Kemudian ketentuan itu diatur dalam peraturan presiden, ditunjuk lewat keputusan presiden. Jadi, artinya dia mau kasih ke wapresnya, mau kasih ke siapa, problem ketatanegaraan kita menjadi selesai,” kata Supratman.

4. Akses Dana Bagi Hasil Dibatasi

Pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR dan pemerintah sepakat membatalkan ketentuan yang mengizinkan pemerintah provinsi Jakarta mengakses seluruh data perpajakan dari Kementerian Keuangan.

Dalam draf Pasal 40 ayat 1 RUU DKJ disebutkan: "Dalam rangka pengelolaan pendapatan daerah, kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang keuangan memberikan seluruh data jumlah PPh 21, PPh 25, dan PPh 29 yang dipungut di wilayah DKJ sebagai dasar perhitungan dana bagi hasil".

Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa akses itu tidak bisa dilakukan karena berbenturan dengan ketentuan kerahasian dalam UU Perpajakan.

"Yang dikhawatirkan kalau ada rekonsiliasi bisa memiliki data orang perorang dan itu yang enggak boleh. Justru karena itu yang dimaksud tetap gelondongannya itu setiap saat boleh, oleh karena itu dengan rumusan pemerintah kita bisa terima, setuju yah," ujar Supratman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper