Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Selangkah Lagi RUU DKJ: Goodbye Jakarta, Selamat Datang Nusantara

RUU Daerah Khusus Jakarta akan menandai transisi ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara.
Dany Saputra, Sholahuddin Al Ayyubi
Selasa, 19 Maret 2024 | 04:30
Tugu Monumen Nasional (Monas) dengan latar jajaran gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (16/9/2023). - Bisnis/Abdurachman
Tugu Monumen Nasional (Monas) dengan latar jajaran gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (16/9/2023). - Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) dan pemerintah telah menyetujui rancangan Undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) dibawa ke paripurna DPR. Terlepas dari seberapa penting substansinya, RUU DKJ menandai sebuah transisi pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Nusantara.

Jakarta sejak berlakunya Undang-undang (UU) No.3/2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) telah kehilangan status sebagai ibu kota negara Republik Indonesia terhitung 15 Februari 2024 lalu.

Adapun beleid UU IKN mengatur bahwa setelah dua tahun setelah pengesahan, UU No. 29/2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta tidak berlaku lagi.

“Paling lama 2 [dua] tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia diubah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini,” demikian bunyi Pasal 41 ayat (2) UU IKN.

Ayat berikutnya menjelaskan, perubahan UU yang dimaksud berlaku ketika Presiden resmi menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Nusantara, Kalimantan Timur.

Ketika keputusan presiden telah ditetapkan, sebagaimana Pasal 41 ayat (1) UU IKN, maka UU No. 29/2007 akan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, kecuali terkait fungsinya sebagai daerah otonom.

Pengaturan Jakarta sebagai daerah yang memiliki kewenangan khusus ini akan diatur dalam undang-undang tersendiri. Hal ini sesuai dengan Pasal 41 ayat (4) UU IKN yang berbunyi, “Perubahan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengatur kekhususan Jakarta.”

Adapun dalam rapat pembahasan yang berlangsung kemarin malam, mayoritas fraksi di DPR menyetujui, hanya PKS yang menolak RUU DKJ. Penolakan oleh PKS itu konsisten dengan sikap partai sebelumnya yang memang tidak setuju dengan pemindahan ibu kota negara ke Provinsi Kalimantan Timur.

Isu tentang RUU DKJ sendiri memang berhembus kencang sejak dua pekan terakhir. Pemerintah dan DPR ngebut. Sepekan terakhir, mereka bahkan menggelar rapat secara estafet supaya RUU DKJ segera disahkan.

Awalnya Menteri Dalam Negeri Jenderal Pol Purn Tito Karnavian cukup optimistis bahwa RUU DKJ sudah disepakati pada Jumat pekan lalu. Target itu molor karena baru Senin malam kemarin, akhirnya pemerintah dan DPR menyetujui RUU tersebut.

RUU DKJ sendiri sejak awal memang penuh kontroversi. Apalagi sempat tercetus ide untuk mengubah sistem politik di DKJ, terutama terkait dengan partisipasi publik dalam menentukan calon pemimpin mereka. Ada usulan supaya pemimpin di DKJ ditunjuk langsung oleh presiden. Ini kembali ke aturan lama sebelum reformasi. Usulan ini gagal karena partai politik bereaksi keras.

Meski gagal, pemerintah pusat khususnya presiden pada akhirnya memiliki kewenangan untuk menunjuk Ketua Dewan Kawasan Aglomerasi yang rencananya akan mencakup Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur.

8 Fraksi Setuju 

Rapat malam kemarin mengungkap delapan fraksi yang sepakat dengan RUU DKJ tersebut dengan catatan khusus, sementara Fraksi PKS menolak seluruh ide dari RUU DKJ tersebut.

Kesepakatan itu terjadi dalam rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I yang telah digelar di Baleg DPR bersama Pemerintah di Gedung DPR pada Senin 18 Maret 2024 malam.

Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas meminta persetujuan dari seluruh fraksi di DPR terkait RUU DKJ tersebut.

"Saya ingin minta persetujuan, dari seluruh anggota Baleg, apakah Rancangan Undang-undang Provinsi Daerah Khusus Jakarta, bisa kita teruskan untuk pengambilan keputusan tingkat II di sidang paripurna terdekat. Setuju?," tanya Supratman.

Kemudian seluruh anggota Baleg teriak menyetujui agar RUU DKJ itu dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

"Setuju," kata seluruh anggota Baleg.

Alasan PKS Tidak Setuju

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak semua ide Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang tengah dibahas dalam Badan Legislasi (Baleg) DPR.

PKS menjadi satu-satunya partai yang menolak RUU DKJ. Sementara itu, 8 fraksi lainnya yakni PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, Demokrat, Nasdem, PAN dan PPP menyetujui rancangan tersebut. 

Anggota Baleg DPR RI, Anshory Siregar menilai pembahasan RUU DKJ itu terlalu terburu-buru dibahas oleh pihak DPR dan Pemerintah serta tidak ada keterlibatan masyarakat dalam pembahasan RUU DKJ tersebut.

"Rendahnya partisipasi dari masyarakat  sudah membuat lemah RUU DKJ. Proses pembahasannya sama seperti Ciptaker dan RUU IKN, semua prosesnya terburu-buru," tuturnya di Gedung DPR Jakarta, Senin (18/3/2024).

Anshory juga mengatakan bahwa RUU DKJ masih cacat prosedural karena waktu untuk membahasnya sangat terbatas. Selain itu, Anshory juga mengatakan bahwa RUU DKJ bisa bertabrakan dengan aturan hukum yang berlaku.

"Sampai saat ini RUU DKJ belum selesai, ada cacat prosedural, mempertaruhkan substansi pengaturan juga berdampak pada terbatasnya waktu jika publik ingin berpartisipasi dalam proses penyusunan RUU DKJ itu," katanya.

Terakhir, menurut Anshory, RUU DKJ tidak memiliki aturan khusus untuk menghapus pajak seperti di Kota Batam, sehingga tidak ada kekhususan di wilayah Jakarta. "Kami Fraksi PKS dengan memohon kepada Allah SWT dengan mengucapkan bismillah menolak RUU DKJ," ujarnya.

Nasib Aset Jakarta

Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkap nasib aset pemerintah pusat senilai Rp1.400 triliun usai pemerintahan berpindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN).

Hal itu diungkap oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR Panja Pembahasan Daftar Investarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ), Senin (18/3/2024). 

Awalnya, anggota DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengusulkan kepada pemerintah agar RUU DKJ mengatur sebagian dari Rp1.400 triliun aset milik pusat bisa dimanfaatkan untuk mewujudkan mandatori ruang terbuka hijau (RTH) 30% di Jakarta. 

Menurut Mardani, sebagian aset itu akan ada yang bersifat menganggur (idle). Namun, dia menyampaikan bahwa pemanfaatan aset itu bukan berarti mengalihkan hak dari pemerintah pusat. 

"Maka berikanlah hak pakai dari aset pemerintah pusat yang idle untuk memenuhi mandatori 30% ruang terbuka hijau di DKI Jakarta," ujar Mardani di Gedung DPR, Jakarta, Senin (18/3/2024). 

Mardani menyebut dengan adanya RUU DKJ ini, maka percepatan pemenuhan RTH bisa dilakukan. 

Menanggapi usulan Mardani, Dirjen Kekayaan Negara Rionald Silaban membenarkan bahwa memang ada aset pemerintah pusat senilai Rp1.400 triliun yang ada di DKI Jakarta. 

"Yang kita perkirakan akan, apa namanya, karena perpindahan maka sebetulnya yang sekitar Rp400 triliun. Yang Rp1.000 triliun lainnya itu adalah aset pemerintah pusat yang tidak bisa pindah misalnya kantor-kantor vertikal dan layanan umum. Bukan kebalikannya," terang Rionald pada rapat yang sama.

Untuk pemanfaatan aset-aset barang milik negara (BMN) itu, Rionald mengatakan pihaknya sudah menyiapkan rencana pemanfaatan sesuai dengan pasal 34 UU No.3/2022 tentang IKN. Tujuan pemerintah atas aset-aset tersebut, terangnya, yakni agar digunakan demi mewujudkan Jakarta sebagai kota yang layak dihidupi (livable city). 

Kendati demikian, Rionald tidak lantas mengiyakan permintaan Mardani untuk memanfaatkan triliunan aset pemerintah pusat di Jakarta itu guna memenuhi mandatori RTH 30%. Namun, dia menyebut pihaknya berkomitmen untuk mengikuti Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta. 

"Beberapa kali kami diskusi dengan Pemda DKI, bagaimana kita membuat nanti klaster-klaster prioritas ini yang akhirnya akan pindah, itu akan menjadi pusat konektivitas dan utamanya ruang terbuka hijau. Jadi komitmen itu sudah ada, cuma kalau harus mensyaratkan aset ini menjadi kompensasi bagi tercapainya 30% [RTH], itu sulit," ujarnya


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper