Bisnis.com, JAKARTA — Pemilihan presiden (Pilpres) Rusia yang digelar tahun ini mendapat perhatian dari berbagai negara di dunia.
Beberapa negara pun bereaksi terhadap Pilpres Rusia 2024 yang menghasilkan kemenangan telak Presiden petahana Vladimir Putin. Kini, Putin memiliki kesempatan untuk memimpin Rusia 6 tahun ke depan.
Komisi Pemilihan Umum Pusat Rusia membagikan data bahwa Putin memimpin suara dalam Pilpres 2024 dengan 87,32%.
Sementara itu, kantor berita resmi Rusia, TASS melansir, kandidat lainnya dari Partai Komunis Nikolay Kharitonov berada di posisi kedua dengan 4,28%.
Kemudian diikuti oleh kandidat dari Partai Rakyat Baru Vladislav Davankov dengan 3,85%. Kandidat LDPR Leonid Slutsky berada di urutan keempat, memperoleh 3,15%.
Menurut exit poll, perolehan suara untuk Putin dalam Pilpres yang selama ini dia jalani terus mengalami peningkatan perolehan suara sejak 2000.
Baca Juga
Perolehan suara Putin dalam Pilpres 2000 mencapai 53,4%. Lalu, pada 2004, mantan agen rahasia Rusia itu mendapatkan 71,9% suara.
Lebih lanjut, pada Pilpres 2012 Putin mendapatkan suara sebanyak 63,6%, dilanjut pada 2018 dia mendapatkan suara 76,6%.
Dilansir Reuters, berikut beberapa reaksi dunia baik dari pemerintah maupun pejabat asing terhadap perolehan suara Putin yang unggul dalam Pilpres tersebut:
1. Jerman
Kementerian Luar Negeri Jerman menyatakan bahwa hasil pemilihan umum (pemilu) di Rusia 2024 tidak akan mengejutkan siapapun, karena sudah diketahui hasilnya.
"Pemilu semu di Rusia tidak bebas dan tidak adil, hasilnya tidak akan mengejutkan siapapun. Pemerintahan Putin bersifat otoriter, dia mengandalkan sensor, penindasan, dan kekerasan. Pemilu di wilayah pendudukan Ukraina tidak sah dan merupakan pelanggaran lainnya dari hukum internasional," tulisnya di X.
2. Inggris
Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron menegaskan bahwa pemilu Rusia yang berjalan saat ini bukan merupakan pemilu yang adil.
“Pemungutan suara di Rusia telah ditutup, menyusul diadakannya pemilu secara ilegal di wilayah Ukraina, kurangnya pilihan bagi para pemilih, dan tidak adanya pemantauan independen dari OSCE (Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa). Ini bukanlah pemilu yang bebas dan adil," katanya.
3. Polandia
Kementerian Luar Negeri Polandia menyatakan bahwa pemilu di Rusia berjalan di saat penindasan ekstrem terjadi di masyarakat, dan mustahil untuk pemilu yang bebas.
“Dari tanggal 15-17 Maret 2024, apa yang disebut pemilihan presiden berlangsung di Rusia. Pemungutan suara berlangsung dalam kondisi penindasan ekstrem terhadap masyarakat, sehingga mustahil untuk membuat pilihan yang bebas dan demokratis," ujarnya.