Bisnis.com, JAKARTA – Badan intelijen Rusia yang berada di bawah komando Presiden Vladimir Putin menuding Amerika Serikat (AS) mencoba ikut campur dalam pemilihan presiden (pilpres) Rusia beberapa hari ke depan.
Badan Intelijen Luar Negeri SVR mengeklaim bahwa pemerintahan Presiden AS Joe Biden hendak mengacaukan pilpres Rusia dengan melibatkan sejumlah organisasi non-pemerintah (NGO).
“Menurut informasi yang diterima oleh Badan Intelijen Luar Negeri Federasi Rusia, pemerintahan J. Biden menetapkan tugas bagi sejumlah NGO AS untuk mengurangi jumlah pemilih,” demikian keterangan SVR sebagaimana dikutip dari Reuters, Senin (11/3/2024).
Dalam pernyataannya, lembaga penerus Komite Keamanan Negara (KGB) Rusia itu juga menyebut bahwa AS berencana melancarkan serangan siber terhadap sistem pemungutan suara elektronik.
Mereka memperkirakan rencana serangan itu akan melibatkan sederet pakar teknologi informasi (TI) ternama yang dimiliki AS.
“Dengan partisipasi para pakar TI terkemuka dari AS, serangan siber direncanakan terhadap sistem pemungutan suara elektronik jarak jauh, yang akan membuat penghitungan suara sebagian besar pemilih Rusia menjadi mustahil,” ujar SVR.
Baca Juga
Kendati demikian, SVR tidak mengungkapkan bukti apa pun atas pernyataan tersebut. Di sisi lain, kubu Gedung Putih juga belum memberikan tanggapan resmi.
Adapun, Vladimir Putin yang menjadi kandidat terkuat telah memperingatkan negara-negara Barat yang hendak ikut campur dalam pilpres Rusia. Apabila terdapat indikasi pihak asing melakukan ikut campur, dia akan menganggap hal itu sebagai tindakan agresi.
Sementara itu, negara-negara Barat telah menganggap Putin sebagai seorang diktator dan penjahat perang atas beragam keputusannya, terutama invasi kepada Ukraina sejak 2022 lalu.
Putin sendiri menggambarkan perang itu sebagai pertempuran antara peradaban suci Rusia melawan Barat yang disebutnya tengah mengalami kemunduran budaya, politik, dan ekonomi.
Istana Negara Kremlin pada pekan lalu mengatakan bahwa Rusia tidak akan ikut campur dalam pilpres AS pada November mendatang. Mereka juga menolak klaim AS bahwa Rusia turut bermain untuk mempengaruhi pilpres di negeri Paman Sam itu pada 2016 dan 2020.