Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ancang-ancang Perebutan Kursi Kepala Daerah di Lumbung Suara

Jawa lagi-lagi akan menjadi medan pertempuran bagi kandidat calon kepala daerah dalam Pilkada 2024.
Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Jatinegara melintas di dekat kotak suara Pemilu 2024 di GOR Otista, Jakarta, Kamis (29/2/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha
Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Jatinegara melintas di dekat kotak suara Pemilu 2024 di GOR Otista, Jakarta, Kamis (29/2/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA -- Partai politik mulai ancang-ancang untuk menghadapi pemilihan kepala daerah alias Pilkada serentak 2024 di wilayah yang menjadi lumbung suara. Pulau Jawa adalah salah satunya. Jawa menjadi magnet karena hampir semua provinsinya akan menggelar kontestasi politik untuk memilih sosok pemimpin yang akan mengendalikan jalannya pemerintahan hingga 2029 mendatang.

Pengalaman pilkada-pilkada sebelumnya, siapapun yang menjabat gubernur entah itu di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, selalu menjadi perhatian publik. Sosok Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Khofifah Indar Parawansa, Ridwan Kamil bahkan Joko Widodo (Jokowi) adalah contoh para politikus moncer yang lahir dari kontestasi politik tingkat daerah.

Jokowi bahkan bisa dibilang menjadi politikus lokal yang paling berhasil saat ini. Dia pernah menjabat sebagai kepala daerah tingkat kota, kemudian menjadi gubernur DKI Jakarta, hingga akhirnya terpilih menjadi presiden untuk dua periode. Selain itu, Pilpres 2024 yang baru saja berlalu, juga diikuti oleh tiga orang yang lahir dari proses pemilihan kepala daerah. Ketiganya yakni Anies, Ganjar dan Gibran Rakabuming Raka.

Namun demikian, Pilkada 2024 juga mengalami banyak tantangan. Pengalaman Pemilu 2024 yang legitimasinya banyak dipersoalkan banyak pihak, dikhawatirkan bakal terjadi lagi pada Pilkada serentak 2024. Apalagi di tengah proses politik yang sedang berlangsung, sempat ada isu Pilkada akan dimajukan menjadi September. Beruntung, Mahkamah Konstitusi (MK), telah memutuskan bahwa pelaksanaan Pilkada tetap November 2024.

“Pilkada harus dilakukan sesuai dengan jadwal,“ demikian bunyi putusan MK yang melarang perubahan jadwal Pilkada.

Putusan MK itu diapresiasi banyak pihak. PKB, misalnya, semula cukup terkejut dengan putusan itu, karena PKB tengah terlibat dalam konsolidasi Pilpres 2024 yang masih berada pada tahap rekapitulasi suara. Namun demikian, mereka juga perlu merespons cepat, karena wacana pengajuan pilkada sempat muncul dalam rencana amandemen UU Pilkada.

Syaiful juga menuturkan bahwa PKB saat ini terus berupaya mengkonsolidasikan partai untuk menghadapi Pilkada 2024. PKB bahkan mengklaim telah menyiapkan kejutan pada gelaran pemilihan kepala daerah November mendatang

“Salah satu substansi yang sudah disepakati oleh DPR, yang waktu itu PKB, Nasdem, dan PKS pada posisi tidak setuju adalah untuk dimajukannya Pilkada pada bulan September,” kata Wasekjen PKB Syaiful Huda Senin lalu.

Sementara itu, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto menekankan bahwa pemerintah akan patuh terhadap putusan MK. Hadi menuturkan pemerintah akan tetap menyelenggarakan Pilkada 2024 sesuai jadwal yakni 27 November.

"Keputusan MK 27 November pemerintah patuh dengan putusan MK," kata Hadi saat ditemui di gedung MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa kemarin.

Perubahan Basis Suara

Adapun, Pilkada 2024 akan berlangsung di 545 daerah dengan perincian 37 gubernur, 415 bupati, dan 93 wali kota. Sebagian adalah daerah yang memiliki peran strategis secara politik. Di Pulau Jawa, misalnya, Pilkada akan berlangsung di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Menariknya, Pilkada 2024 berpotensi menghadirkan pertandingan politik yang cukup keras. Apalagi, hasil sementara pemilu 2024 menunjukkan adanya pergeseran suara di basis politik partai penguasa, PDIP.

Pada pemilihan legislatif tingkat provinsi 2019 lalu, mayoritas wilayah Jawa dikuasai oleh PDIP. PDIP menang di dua daerah yakni di DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Sementara Jawa Barat dikuasai Gerindra. Sedangkan di Jawa Timur yang menjadi basis suara kaum Nahdliyin, PKB berhasil meraup suara optimal.

Sementara itu pada Pemilu 2024, ada pergeseran, DKI Jakarta yang semula didominasi oleh PDIP untuk sementara dikuasai PKS. PDIP turun peringkat di nomor 2. Jawa Barat masih tetap dikuasai oleh Gerindra, Jawa Tengah PDIP, dan Jawa Timur PKB.

Turunnya dominasi PDIP di Pulau Jawa merupakan imbas dari pergeseran basis-basis suara di sejumlah daerah. Di Jawa Timur misalnya, PDIP secara tradisional merupakan penguasa wilayah kultur Mataraman dan Arek. Arek mencakup Kota Surabaya, Kota Mojokerto, Kota Malang, Kota Batu, Gresik, Mojokerto, Malang, Sidoarjo, dan Jombang.

Mataraman mencakup Blitar, Kota Blitar, Kediri, Kota Kediri, Trenggalek, Tulungagung, Ponorogo, Pacitan, Magetan, Kota Madiun, Madiun, Nganjuk, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan.

Namun demikian, jika melihat perolehan suara sementara PDIP di kedua wilayah itu mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada pileg DPRD tingkat kabupaten dan kota 2019 lalu, PDIP memenangkan 5 daerah di kultur arek yakni Surabaya, Kota Mojokerto, Kota Batu, Kota Malang dan Kabupaten Malang.

Sementara Gresik, Mojokerto, Jombang, dan Sidoarjo dikuasai PKB. Namun pada Pileg DPRD 2024, PDIP kemungkinan hanya menang di tiga daerah arek yakni Malang, Kota Surabaya, dan Kota Malang. Kota Batu direbut PKB dan Kota Mojokerto dikuasai Partai Demokrat.

Wilayah Mataraman juga mengalami tren serupa. Pada Pemilu 2019 lalu, PDIP menang di 10 wilayah yakni Ngawi, Tulungagung, Blitar, Kota Blitar, Kediri, Kota Kediri, Nganjuk, Kota Madiun, Madiun, dan Magetan. Pada Pemilu 2024, PDIP berpotensi kehilangan wilayah Madiun, Kota Madiun, Kota Kediri dan Magetan. Namun demikian, PDIP berpotensi menang di Ponorogo dan Trenggalek. PKB, NasDem dan Demokrat berhasil mencuri suara di basis Mataraman.

Komposisi Koalisi

Selain perolehan suara partai, komposisi koalisi di dalam pemerintahan akan menentukan proses Pilkada 2024. Saat ini ada tiga poros koalisi yang masih eksis. Koalisi Perubahan yang teridiri dari tiga partai parlemen yakni PKS, NasDem dan PKB. Satu partai non parlemen yakni Partai Umat. Koalisi ini mendukung Anies – Muhaimin.

Kemudian Koalisi Indonesia Maju yang mayoritas didukung oleh partai pendukung pemerintah non-PDIP. Partai-partai ini antara lain Golkar, Gerindra, PAN, Demokrat, PBB. Mereka mengusung Prabowo-Gibran yang untuk sementara memimpin perolehan suara. Koalisi yang terakhir adalah PDIP, PPP, Perindo dan Hanura yang mengusung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.

Namun demikian, seiring dengan proses politik yang berlangsung, potensi perubahan peta politik atau peta koalisi besar terjadi. Pada pekan lalu misalnya, elite Partai NasDem, Surya Paloh, bertemu dengan Jokowi di Istana. Keduanya membahas perkembangan politik mutakhir, kendati Surya Paloh merupakan anggota dari Koalisi Perubahan.

Sekretaris Tim Kerja Strategis (TKS) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Idrus Marham mengatakan akan ada pertemuan antara ketua umum (ketum) partai politik (parpol) setelah Presiden Joko Widodo bertemu dengan Ketum Partai NasDem Surya Paloh.

"Saya kira ini sudah hampir pastilah komunikasi politik ini. Mereka-mereka ketua umum ini kan teman-teman semua juga. Udah punya pengalaman," kata Idrus di kawasan Menteng, Jakarta, Senin.

Idrus menilai pertemuan yang akan dilakukan oleh ketum parpol merupakan pertemuan yang baik untuk membangun proses politik di Indonesia. "Kan sudah ada komunikasi, ada komitmen. Komitmennya sama, ayo mari kita membangun suatu proses politik. Ada di oposisi, ada di koalisi, misalkan," ujarnya.

Adapun politisi PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Sitorus meyakini formasi kabinet baru pemerintah mendatang akan menentukan arah koalisi Pilkada 2024.

Deddy merasa, masih terlalu dini bicara koalisi Pilkada 2024 saat ini. Menurutnya, hasil Pilpres 2024 belum bisa dijadikan basis untuk arah pemilih para kepada daerah yang akan digelar pada November mendatang."Masih terlalu pagi [bicarakan arah Pilkada]. Mungkin setelah pembentukan kabinet, kita baru bisa lihat arahnya ke depan."

Di sisi lain, NasDem membuka peluang bahwa Koalisi Perubahan akan melanjutkan langkah ke pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta pada penghujung 2024 mendatang.

Sekretaris Jenderal Nasdem Hermawi Taslim mengatakan bahwa pihaknya akan mempertahankan koalisi yang terdiri dari pihaknya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Ummat itu.

“Kita akan berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan koalisi ini di tingkat DKI,” katanya melalui pesan singkat kepada wartawan, Minggu (3/3/2024).

Hermawi mengaku bahwa Nasdem telah membangun komunikasi dengan sesama anggota koalisi yang mengusung pasangan capres-cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dalam Pilpres 2024 ini. Meskipun demikian, belum terdapat kesimpulan dari proses komunikasi politik tersebut.

Dia melanjutkan bahwa pihaknya juga membuka pintu bagi partai politik lain yang ingin bergabung ke Koalisi Perubahan untuk menyambut pemilihan DKI 1 tersebut.

“Secara prinsip kita siap memperbesar koalisi di tingkat DKI. Kita terbuka untuk pembicaraan-pembicaraan lebih lanjut,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper