Bisnis.com, JAKARTA- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menemukan 11 dugaan pelanggaran berupa kampanye yang menggunakan fasilitas negara, kampanye di tempat ibadah hingga tempat pendidikan.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan fasilitas negara, rumah ibadah dan tempat pendidikan dilarang dijadikan tempat untuk berkampanye sesuai Pasal 521, Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu.
Jika hal tersebut dilanggar, menurut Bagja, maka pelaku bisa dipidana paling lama 2 tahun penjara dan denda paling banyak Rp24 juta.
"Ada 11 temuan atau laporan yang diduga melanggar Pasal 521 Undang-Undang Pemilu," tuturnya si Jakarta, Selasa (27/2).
Pelanggaran paling banyak kedua yang ditemukan Bawaslu, menurut Bagja, yaitu pemalsuan dokumen Pemilu di beberapa wilayah di Indonesia.
Para pelaku pemalsuan dokumen, ungkapnya, bisa dijerat dengan Pasal 520 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp72 juta.
Baca Juga
"Ada 8 temuan atau laporan yang diduga melanggar Pasal 520 Undang-Undang Pemilu," katanya.
Bawaslu juga menemukan pelanggaran Pemilu yaitu kepala desa yang merugikan maupun menguntungkan pihak kontestan tertentu pada Pemilu 2024.
Bagja menegaskan bahwa kepala desa yang melanggar aturan Pemilu juga bisa dijerat dengan Pasal 490 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan ancaman pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
"Total ada tujuh temuan atau laporan diduga melanggar Pasal 490 Undang-Undang Pemilu," ujarnya.