Melansir dari gkjbekasi.org, penerapan tanda salib dengan abu ini dilakukan oleh seorang pendeta (di Gereja Protestan) atau imam (di Gereja Roma Katolik) kepada umat/jemaat yang hadir.
Sambil menerakan tanda salib, sang imam/pendeta mengingatkan umat akan makna pertobatan, dengan mengatakan, “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Markus 1:15).
Menaburkan abu di kepala merupakan cara seseorang untuk mengungkapkan kedukaan atas dosa dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan di dunia.
Istilah "Rabu Abu" dan ritual peneraan tanda salib dari abu sendiri sudah dimulai sejak abad ke-10. Artinya perayaan ini telah dilakukan oleh gereja-gereja Kristen berbagai aliran/denominasi di seluruh dunia.
Bahkan bukan hanya Gereja Roma Katolik yang menjalankannya, melainkan juga gereja-gereja dari berbagai aliran misalnya: Methodist, Anglican, Baptist, Lutheran, Wesleyan, dan Reformed.
Momen Rabu Abu dijalani bukan saja untuk mengingat kematian Yesus, namun juga untuk membawa umat kepada kesadaran akan keberdosaan dirinya.
Baca Juga
Rabu Abu juga bisa dijadikan merupakan momen refleksi-introspeksi, yang bernuansa gelap atau berkabung.