Bisnis.com, JAKARTA – Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan angkat bicara soal seruan moral yang disampaikan oleh guru besar dan civitas akademisi di sejumlah kampus terkait dengan kontestasi pemilihan presiden.
Dalam acara Rosi yang ditayangkan Kompas TV, Minggu (11/2/2024), pembawa acara Rosiana Silalahi bertanya soal seruan moral dari kalangan guru besar hingga akademisi mengenai Presiden Joko Widodo tidak memberikan keteladanan etik terkait pencalonan anaknya ,Gibran Rakabuming Raka, pada Pilpres 2024.
Menurut Luhut, presiden telah memberikan keteladanan yang sangat banyak. Mulai dari, sambungnya, hidup sangat sederhana, bekerja untuk rakyat, datang dari keluarga sangat sederhana, hingga turun ke kampung.
“Keteladanan apa yang tidak diberikan presiden, beliau langsung melihat keadaan, membangun infrastruktur seperti ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, Rosi menjelaskan mengenai keteladanan berawal dari pernyataan Jokowi yang menyampaikan bahwa presiden boleh berkampanye.
Namun, Luhut menjawab bahwa tidak ada yang salah. Menurutnya, Jokowi mengacu pada UU bahwa tidak ada yang salah apabila presiden berkampanye. Bahkan, dirinya mengaku bertanya kepada sejumlah ahli hukum bahwa tidak ada yang dilanggar.
Baca Juga
“Apa yang salah? Di mana etika moral. Kita jangan bicara moral lah, apa iya kita sudah moralis. Hati-hati loh! Jangan sok-sok moralis, padahal dia enggak punya moral juga. Emang kita tidak bisa dengar enggak bisa tau, ya tau lah. Jadi jangan sok moralis. Udah kita kerja saja bantu pada republik, kita ingatkan sudah bagus, tapi jangan nanti ada revolusi,” ujarnya.
Rosi pun menimpali pernyataan Luhut tersebut. Dia menyampaikan bahwa guru besar hanya mengingatkan dan sebuah seruan moral. Menurutnya, pernyataan Luhut soal seruan moral tersebut adalah arogansi kekuasaan.
“Pak Luhut bilang ‘jangan sok moralis’ rasanya itu ada arogansi kekuasaan, Pak Luhut, ketika menyerukan sesuatu mengingatkan dan kemudian jangan ‘sok moralis seperti kita tidak tau saja’, itu arogansi Pak Luhut?”
Luhut pun membalas dengan menyatakan bahwa sudah mengajak para guru besar itu ketemu. Namun, sambungnya, mereka menolak karena sedang musim kampanye.
“Enggak enggak, saya udah bilang di awal kita dengarin baik-baik, saya kan minta, bisa ke UI ke UGM bisa bicara dengerin, komunikasi gini, saya ngikut saja. Nanti setelah 14 [Februari 2024] bersedia,” terangnya.
Seperti diketahui sekitar guru besar dan civitas akademika 64 kampus melakukan aksi moral mengenai penyelenggaraan pemilu yang hanya untuk melanggengkan dinasti. Hal itu diawali dengan pelanggaran etik oleh hakim Mahkamah Konstitusi yang meloloskan syarat usia capres dan cawapres.
Kemudian, DKPP memvonis pimpinan KPU melanggar etik terhadap aturan yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka padahal belum mengadopsi aturan dari MK yang dinilai cacat etik.