Bisnis.com, JAKARTA – Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali mengungkapkan keprihatinan atas memburuknya kualitas lembaga negara di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Dikutip melalui salinan petisi yang diterima Bisnis, Selasa (12/3/2024), civitas akademisi UGM melalui gerakan Kampus Menggugat mendorong agar kelembagaan di tingkat negara dapat mengedepankan etika lantaran dinilai cukup tercoreng dengan adanya praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang akrab ditemui belakangan ini.
“Pendulum reformasi berbalik arah sejak 17 Oktober 2019 yang ditandai revisi UU KPK dan diikuti pengesahan beberapa UU lain yang dipandang kontroversial, seperti UU Minerba, UU Cipta Kerja, dan lainnya,” demikian kutipan salinan petisi yang diterima Bisnis, Selasa (12/3/2024).
Dalam berkas tersebut turut tertuang bahwa pelanggaran etika dan konstitusi meningkat drastis menjelang pemilihan umum (pemilu) 2024 serta menunjukkan kinerja buruk kualitas kelembagaan formal maupun informal.
Menurut akademisi UGM, kemunduran kualitas kelembagaan ini menciptakan kendala pembangunan bagi siapapun presiden Indonesia 2024-2029 dan selanjutnya.
“Konsekuensinya, kita semakin sulit untuk mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045, yang membayang justru adalah Indonesia Cemas,” tulis petisi tersebut.
Baca Juga
Lebih lanjut, akademisi sepakat bahwa kualitas kelembagaan seharusnya berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Negara-negara yang merdeka dan kemudian berkembang menjadi negara maju adalah negara yang dengan sadar melakukan reformasi untuk memperbaiki kualitas kelembagaannya.
Apalagi, mereka menilai bahwa pelanggaran etika bernegara oleh para elit politik, akan mudah dicontoh oleh berbagai elemen masyarakat. Hal ini mengancam kelangsungan berbangsa dan bernegara, dan menjauhkan Indonesia sebagai negara hukum.
Oleh sebab itu civitas akademika UGM pun menyerukan agar setiap kelembagaan negara dapat memegang teguh prinsip-prinsip demokrasi secara substansial dan menjunjung tinggi amanah konstitusi.
“Politik dinasti tak boleh diberi ruang dalam sistem demokrasi. Secara serius mewujudkan keadilan ekonomi dan sosial bagi semua warga dan tak membiarkan negara dibajak oleh para oligarki dan para politisi oportunis yang terus mengeruk keuntungan melalui kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat pada umumnya,” tulis mereka.