Bisnis.com, JAKARTA - Politik di Tanah Air tengah diterpa gelombang panas yang dihempaskan dari berbagai kalangan mulai dari para civitas akademisi hingga elit politik yang menyerukan penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) yang jujur, bersih, dan adil.
Sejak lebih dari sepekan, kalangan pendidik satu per satu menyerukan pandangannya terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dituntut untuk bersikap netral pada Pemilu 2024.
Universitas Gajah Mada menjadi kalangan akademisi pertama yang menyuarakan keresahannya terkait dengan gejolak politik di Indonesia menjelang Pemilu.
Aspirasi para akademisi UGM dilontarkan dalam bentuk Petisi Bulaksumur yang dibacakan di Balairung UGM pada Rabu (31/1/2024).
Petisi Bulaksumur yang ditujukan kepada Jokowi itu menyoroti penyimpangan demokrasi yang dilakukan oleh presiden.
Dalam petisi tersebut, ada sejumlah kasus yang menjadi catatan, antara lain pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK), keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses demokrasi, hingga pernyataan Jokowi tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik yang dinilai kontradiktif.
Baca Juga
Aksi yang diserukan oleh UGM turut menyulut kalangan akademisi lainnya. Beberapa di antaranya yang juga menyerukan keresahannya yakni Universitas Islam Indonesia, Univestias Padjajaran, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Indonesia.
Sampai dengan pekan ini, setidaknya telah terdapat lebih dari 30 seruan dari universitas dalam menyikap kondisi politik Indonesia.
Keresahan terkait dengan sikap netralitas dalam Pemilu 2024 tidak hanya dirasakan oleh kalangan akademisi.
Penyelenggaraan Pemilu 2024 seakan sarat dengan aroma ketidaknetralan. Mulai dari terbuktinya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dalam melanggar etik berat dalam mengubah syarat umum pencalonan calon presiden dan wakil presiden, hingga pelanggaran etik Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Di samping itu, suara-suara intimidasi kerap terdengar sayup-sayup di tengah hiruk pikuk kegiatan kampanye.
Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri bahkan sempat menyinggung dengan tegas kepada aparat TNI dan Polri untuk tidak melakukan intimidasi kepada masyarakat dan simpatisan partai.
Putri Presiden pertama RI Soekarno itu mengatakan bahwa saat ini masyarakat Indonesia harus sadar terhadap upaya oleh segelintir pihak yang ingin melanggengkan kekuasaan.
"Hei polisi, jangan lagi intimidasi rakyatku. Hei tentara, jangan lagi intimidasi rakyatku. PDI Perjuangan adalah partai sah di republik ini. Artinya, [PDI Perjuangan] diizinkan untuk mengikuti yang namanya pemilu, pemilihan umum langsung adalah hak rakyat, bukan kepunyaan kalian. Ingat!" kata Megawati saat kampanye akbar Ganjar-Mahfud "Salam Metal" seperti dikutip dari Antara, Sabtu (3/2/2024).
Megawati juga melayangkan pertanyaan sarkastik kepada para pendukung Ganjar-Mahfud, apakah mereka harus merasa takut atas upaya pecah belah yang sedang terjadi itu.
Megawati kembali mengingatkan bahwa siapa pun warga negara Indonesia memiliki derajat yang sama di mata hukum, sekali pun itu presiden.
"Kenapa? Kenapa? Karena perundangan kita itu melindungi seluruh rakyat Indonesia, di mana pun mereka berada. Apa dia presiden, apa dia menteri, apa dia namanya (anggota) TNI, Polri; dia adalah rakyat Indonesia," ujar Megawati.
Tidak cukup sampai di situ, Megawati juga menyinggung adanya calon presiden dan calon presiden yang masih kerap menggunkana fasilitas negara dalam kampanye.
Mengaku geram, Megawati pun melanjutkan bahwa sebenarnya tidak boleh ada pihak yang menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pemilihan presiden (pilpres) 2024.
"Yang namanya pemimpin, dari presiden, menteri, pejabat lain, dan lainnya maka tidak boleh mempergunakan fasilitas yang namanya fasilitas negara," katanya dalam forum tersebut.
Respons Pemerintah
Kendati telah banyak dilontarkan kritikan, Jokowi tetap dingin menyikapi mimbar-mimbar akademik, maupun elite politik.
Menurutnya, setiap masyarakat termasuk institusi pendidikan dipersilakan memberikan kritik kepada pemerintah. Dia menilai penyampaian kritik merupakan hak dari setiap warga negara.
“Ya itu hak demokrasi setiap orang boleh berbicara berpendapat, silakan,” ucapnya kepada wartawan.
Sementara itu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Ketua Tim Kerja Strategis (TKS) Prabowo-Gibran, Bahli Lahadalia menilai gelombang kritik dari sejumlah akademisi merupakan sebuah skenario.
Kendati demikian, dia tidak menjelaskan skenario apa yang dimaksud. Namun ia menekankan setiap persepsi atau komentar harus sesuai fakta dan bukti, serta memiliki landasan hukum.
Pemerintah, kata dia, menghargai pendapat setiap orang, termasuk para akademisi.
“Skenario ini, kita sudah paham sebagai mantan aktivis. Ini ‘penciuman’ saya sebagai mantan Ketua BEM ngerti betul barang ini. Kecuali kita (saya) dulu kutu buku, kita [kan] besar di jalan,” kata Bahlil di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, setelah bertemu Presiden dalam kapasitasnya sebagai Menteri Investasi.
Menurut Bahlil, Presiden Joko Widodo tetap santai dalam menyikapi kritikan dan petisi sejumlah akademisi.
“Saya mantan aktivis 98, yang turun demo ya kita-kita [saya dan teman-teman] ini, gerakan ini [civitas academica] saya kira gerakan yang ya gitu deh, kayak apa ya. Kita harus bilang rakyat dan mahasiswa bukan pihak yang bisa diatur-atur,” ujarnya.
Sikap Elite Politik
Calon Presiden (capres) nomor urut satu, Anies Baswedan merespons langkah beberapa civitas akademisi yang mulai melakukan aksi kritik terhadap kepemimpinan Jokowi.
Anies mengatakan bahwa hal ini adalah sebuah pesan agar kepemimpinan yang terjadi saat ini belum mengayomi semuanya. Dengan kepemimpinan yang dapat mengayomi dan merangkul semua. Maka, kecil kemungkinan adanya reaksi yang masif dari berbagai kalangan terhadap pimpinan negara.
“Maka itu kita harus menjaga supaya kepemimpinan nasional mengayomi semua, menjaga semua supaya tidak muncul reaksi-reaksi seperti ini,” kata Anies.
Calon wakil presiden (Cawapres) Koalisi Perubahan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin merasa kecewa dengan respons istana terkait beberapa civitas akademika yang mengkritisi Jokowi serta meminta adanya pemilu yang jujur dan adil.
Istana menilai bahwa gerakan yang dilakukan guru besar beberapa universitas adalah sebuah gerakan opini yang muncul jelang pemilu dan strategi politik partisan.
“Saya kecewa dengan respons istana yang seolah-olah ini ada kepentingan politik. Sekali-kali jangan ini ditarik ke politik tetapi ini peringatan pada kita semua khususnya pada presiden dan seluruh pemerintahan,” kata Cak Imin di DPP PKB, Minggu (4/1/2024).
Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi fenomena akademisi dari berbagai perguruan tinggi yang menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar bersikap netral menjelang hari-H Pemilu 2024.
Puan menyebut bahwa rakyat dapat menilai sendiri fenomena tersebut, dan bahwa masyarakat memiliki hak untuk menyampaikan aspirasinya.
“Biarkan rakyat yang menilai, biarkan seluruh masyarakat menyuarakan aspirasinya,” katanya.
Di lain pihak, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla atau JK menyebut bahwa kritik para akademisi dan guru besar di kampus-kampus kepada Presiden Jokowi tidak terbantahkan.
Terlebih, yang mengeluarkan kritik tersebut adalah para profesor.
“Pendapat begitu banyak akademisi para guru besar, para rektor, tidak terbantahkan, dan saya tidak akan menilai itu. Karena bagaimana saya bisa menguji? Mestinya mereka menguji kita semua, ini kan profesor, penguji semua," ungkapnya.