Bisnis.com, JAKARTA — Koordinator Staf Khusus (Stafsus) Presiden Ari Dwipayana angkat bicara terkait dengan surat terbuka yang disampaikan oleh Mahasiswa Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Universitas Gadjah Mada (UGM) lintas angkatan.
Menurutnya, segala bentuk masukan baik saran dan kritik merupakan sesuatu yang harus diterima dengan baik.
“Terima kasih atas ‘surat cinta’ adik-adik mahasiswa kepada saya dan Prof. Pratikno. Dalam masyarakat akademik, kritik dan perdebatan adalah sesuatu yang menyehatkan,” ujarnya kepada wartawan melalui pesan teks, Selasa (13/2/2024).
Lebih lanjut, Ari mengatakan bahwa surat terbuka merefleksikan upaya dari sivitas akademik untuk terus menjaga budaya akademisi dengan pemikiran yang kritis dan terbuka.
Oleh sebab itu, dia menekankan bahwa pemerintah akan terus menghargai keragaman atau perbedaan perspektif dengan menyertainya melalui semangat kontribusi bagi kemaslahatan bersama.
“Saya dan Prof Pratikno memiliki komitmen yang sama untuk menjaga integritas, memperkuat demokrasi, membangun tata kelola pemerintahan yang baik dan efektif, serta mencurahkan energi dan kemampuan untuk kemajuan bangsa dan negara,” pungkas Ari.
Baca Juga
Sekadar informasi, Mahasiswa DPP Fisipol UGM lintas angkatan menuliskan surat terbuka kepada Pratikno dan Ari Dwipayana.
Dua sosok tersebut merupakan para pengajar atau akademisi di UGM yang saat ini tengah mengisi posisi di pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pratikno saat ini menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara, sedangkan Ari Dwipayana mengemban tugas sebagai Koordinator Staf Khusus Presiden.
Dalam surat terbuka yang ditulis di Yogyakarta, Minggu (11/4/2024), mahasiswa DPP Fisipol UGM lintas angkatan pertama-tama mengungkit ceramah Pratikno yang akrab disapa Pak Tik dan Ari Dwipayana yang karib disebut Mas Ari dalam kelas mengenai demokrasi.
Dalam kelas tersebut, para mahasiswa diyakinkan bahwa demokrasi merupakan sebuah berkah yang harus dijaga keberlangsungannya.
Pasalnya, Indonesia telah bertransformasi dari salah satu simbol otoritarianisme terbesar di dunia, yang ditandai dengan kehadiran orde baru, menjadi salah satu negara demokrasi paling dinamis di Asia, terkhusus pada era reformasi.
“Transisi ini ditandai oleh beberapa hal, mulai dari penarikan angkatan bersenjata dari politik, liberalisasi sistem kepartaian, pemilu yang jurdil, kebebasan berbicara, kebebasan pers, serta hal-hal lainnya,” demikian tertulis dalam surat terbuka itu.
Namun, mahasiswa DPP Fisipol UGM lintas angkatan menyayangkan bahwa saat ini atau lebih dari 20 tahun sejak datangnya berkah tersebut, demokrasi Indonesia justru mengalami kemunduran.
Berkaca dari situasi perpolitikan Indonesia saat ini, mahasiswa DPP Fisipol UGM lintas angkatan merasa semakin resah. Keresahan itu diklaim serupa dengan Kekhawatiran Ari pada harga tinggi demokrasi atau kekalutan hati Pak Tik pada otoritarianisme Orde Baru yang terungkap dalam beberapa tulisannya di masa lalu.
Alasannya, mahasiswa DPP Fisipol UGM lintas angkatan sejak 2019 telah turun ke jalan untuk memprotes banyak hal yang mengancam demokrasi, termasuk revisi Undang-Undang (UU) KPK, UU Ciptakerja, dan revisi UU ITE.
Bahkan, saat ini atau di tengah perhelatan Pemilu 2024, mahasiswa DPP Fisipol UGM lintas angkatan menilai demokrasi sedang menuju ambang kematiannya. Sebab, rakyat disuguhi serangkaian tindakan pengangkangan etik dan penghancuran pagar-pagar demokrasi yang dilakukan oleh kekuasaan, serta konstitusi dibajak untuk melegalkan kepentingan pribadi dan golongannya
“Melihat ini semua, rasanya demokrasi Indonesia bukan hanya sekedar mundur ataupun cacat, tetapi sedang sekarat,” demikian pernyataan mahasiswa DPP Fisipol UGM lintas angkatan.
Untuk itu, DPP Fisipol UGM lintas angkatan meminta Pratikno dan Ari Dwipayana untuk 'kembali kepada Demokrasi' dengan menggaungkan kembali prinsip dasarnya.