Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian BUMN telah menerima surat pengunduran diri Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dari jabatannya sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero).
“Surat pengunduran diri sudah sampai sama kami. Jadi ya kami terima kasih kepada Pak Basuki atau Pak Ahok karena sudah memberikan surat pengunduran diri,” ujar Staf Khusus Menteri BUMN Arya Mahendra Sinulingga kepada awak media, Jumat (2/2/2024).
Arya menyampaikan bahwa Kementerian BUMN mengapresiasi langkah komisaris perusahaan pelat merah yang undur diri lantaran terlibat kampanye calon presiden dan wakil presiden 2024.
Selain Ahok, komisaris BUMN yang telah mengundurkan diri adalah M. Arief Rosyid selaku Komisaris Independen PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dan Abdi Negara Nurdin alias Abdee Slank sebagai Komisaris Independen PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM).
“Semua sudah melakukan pengunduran diri Jadi, bagi kami terima kasih karena mereka sudah menyerahkan surat pengunduran diri karena terlibat dalam kampanye,” kata Arya.
Ahok resmi mengundurkan dari Pertamina menyusul keputusannya untuk mengampanyekan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Baca Juga
Melalui keterangannya dalam unggahan Instagram @basukibtp, Ahok memastikan ikut mendukung dan mengampanyekan calon presiden Ganjar-Mahfud MD. Keputusan ini agar tidak ada kebingungan terkait arah politik mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Saat dihubungi Bisnis baru-baru ini, Ahok mengatakan bahwa peluang untuk mengampanyekan Ganjar Pranowo-Mahfud MD terbuka apabila PDIP menugaskan dirinya. Sebagaimana diketahui, Ahok resmi bergabung PDIP sejak pertengahan Januari 2019.
“Bisa saja [berkampanye] jika ditugaskan partai. Intinya, saya disiplin organisasi, sebagai kader pasti ikut Partai PDIP,” ujarnya kepada Bisnis pada Rabu (31/1/2024) sore.
Di sisi lain, Keputusan Ahok untuk mundur dari posisinya juga telah sesuai aturan perundang-undangan yang menyatakan pejabat BUMN dilarang berkampanye selama masih menjabat.
Undang-undang No. 7/2017 tentang Pemilu melarang sejumlah pejabat negara untuk terlibat dalam tim kampanye, di antaranya Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, Gubernur Bank Indonesia, ASN, TNI, Polri, hingga direksi ataupun komisaris BUMN.