Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menduga pengabulan gugatan praperadilan eks Wamenkumham Edward Omar Sharief Hiariej alias Eddy Hiariej merupakan bagian dari upaya manipulasi hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) ke depan.
Hasto mengungkapkan, dasar persoalan hukum di Indonesia ada di sistemnya dan bukan persoalan individu lagi. Dia mencontohkan kasus terbaru yakni Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang menanggalkan status tersangka Eddy Hiariej.
"Terkait dengan kasus yang terakhir tentang menangnya di praperadilan dari wamenkumham itu disinyalir terkait dengan lobi-lobi yang dilakukan di MK, untuk memanipulasi hukum di MK," ujar Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis (1/2/2024).
Meski demikian, dia tidak menjelaskan lebih lanjut apakah yang dimaksud manipulasi hukum di MK itu berkaitan dengan gugatan hasil Pemilu 2024 nantinya.
Hasto hanya menyinggung keputusan mundurnya calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud Md dari jabatan menteri koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan (Menko Polhukam).
Menurutnya, keputusan Mahfud itu sebagai bentuk tuntutan agar tidak ada lagi keberpihakan dan manipulasi hukum oleh pejabat hingga aparatur negara dalam Pilpres 2024.
Baca Juga
"Pemunduran Prof Mahfud adalah seruan moral agar 13 hari ke depan [sebelum hari pencoblosan 14 Februari] itu betul-betul dapat ditegakan etika, norma, dan pranata politik yang baik," katanya.
Sebagai informasi, status tersangka Eddy Hiariej tidak sah usai PN Jaksel mengabulkan permohonan gugatan praperadilan eks Wamenkumham tersebut pada Selasa (30/1/2024). Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus suap pada Kamis (7/12/2023).
KPK menduga Eddy menerima suap Rp4 miliar terkait dengan pemberian bantuan konsultasi hukum mengenai administrasi hukum umum untuk PT CLM.