Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan memiliki dua alat bukti untuk menetapkan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej sebagai tersangka.
Hal itu disampaikan KPK usai Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan Eddy Hiariej dan menyatakan bahwa penetapannya sebagai tersangka oleh KPK tidak sah, Selasa (30/1/2024).
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan bahwa pihaknya menghormati putusan hakim. Selanjutnya, lembaga antirasuah akan menunggu risalah putusan lengkap PN Jakarta Selatan untuk dipelajari guna menentukan langkah hukum berikutnya.
"Dalam penetapan seseorang menjadi Tersangka, KPK tentunya telah berdasarkan setidaknya dua alat bukti dan ini telah kami patuhi," ujarnya kepada wartawan, Selasa (30/1/2024).
Di sisi lain, Ali mengatakan bahwa objek sidang praperadilan hanya menyangkut sisi syarat formil, sehingga tidak menyangkut substansi atau materi pokok perkaranya.
Adapun dalam pertimbangan hakim, penetapan tersangka terhadap Eddy sebagai pihak Pemohon praperadilan dinyatakan tidak memenuhi minimum dua alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan pasal Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Baca Juga
Oleh sebab itu, Hakim menyatakan bahwa sampai kepada kesimpulan tindakan Termohon yakni KPK yang telah menetapkan Pemohon sebagai tersangka tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Dengan demikian, Hakim menyatakan eksepsi yang diajukan Temohon tidak dapat diterima dan menyatakan penetapan Pemohon dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Menyatakan Penetapan Tersangka oleh Termohon sebagaimana dimaksud Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang perubahan atas UU No.31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, terhadap Pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian ujar Hakim Estiono.