Bisnis.com, JAKARTA - Kabar duka kembali menyelimuti dunia sastra, karena seorang sastrawan sekaligus kritikus sastra Ignas Kleden meninggal dunia.
Adapun Ignas Kleden lahir dan besar di Waibalun, Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, 19 Mei 1948. Ignas Kleden juga sempat menempuh pendidikan di sekolah calon pastor berkat lulus dengan predikat terbaik di sekolah dasar.
Namun, dia keluar dari sekolah tersebut karena tidak dapat berkhotbah dengan baik. Lalu, ia menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi/STFT Ledalero, Maumere, Flores pada tahun 1972, kemudia mendapatkan gelar Master of Art bidang filsafat dari Hochschule fuer Philosophie, Muenchen, Jerman pada 1982, dan meraih gelar Doktor bidang Sosiologi dari Universitas Bielefeld, Jerman 1995.
Benny K Harman membagikan kabar duka ini melalui akun media sosial X. "Pagi ini saya dapat kabar Pak Ignas Kleden wafat. Kabar duka untuk negeri," tulisnya, Senin (22/1/2024).
Benny mengatakan bahwa Ignas adalah intelektual besar yg pernah dimiliki oleh Indonesia sekaligus juga menjadi lilin bagi masyarakat dan bangsanya. Ignas Kleden meninggal dunia di RS Sutoyo pada pukul 03.46 WIB, 22 Januari 2024.
Semasa hidup, Ignas juga pernah bekerja sebagai penerjemah buku-buku teologi di Penerbit Nusa Indah, Ende, Flores. Dia sempat bekerja sebagai editor pada yayasan Obor Jakarta (1976-1977), Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta (1977-1978), dan Society For Political and Economic Studies, Jakarta.Tahun 2000 dia turut mendirikan Go East yang kini menjadi Pusat Pengkajian Indonesia Timur.
Adapun karyanya yakni Buku Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (Cerpen Pilihan Kompas 1997) juga memuat esainya, Simbolis Cerita Pendek.
Kumpulan esai tentang perbukuan, Buku dalam Indonesia Baru (1999), memuat salah satu tulisannya, "Buku di Indonesia: Perspektif Ekonomi Politik tentang Kebudayaan". Kumpulan esainya dengan judul Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan (1988) dan Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan (2004).
Semasa hidup, Ignas Kleden juga menulis kata pengantar untuk Mempertimbangkan Tradisi karya Rendra tahun 1993, Catatan Pinggir 2 karya Goenawan Mohamad 1989, dan Yel karya Putu Wijaya pada 1995.
Pada 20 tahun lalu, Ignas Kleden bersama sastrawan Sapardi Djoko Damono, menerima Penghargaan Achmad Bakrie. Dia dinilai telah mendorong dunia ilmu pengetahuan dan pemikiran sosial di Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih tajam lewat essai dan kritik kebudayaannya.