Bisnis.com, JAKARTA - Debat calon wakil presiden (cawapres) kedua berhasil diselenggarakan pada Minggu (21/1/2024).
Pada sesi tanya jawab antar cawapres, sejumlah istilah muncul dan menjadi pertanyaan masyarakat. Beberapa di antaranya yakni greenflation, lithium ferro-phosphate atau LFP, pajak karbon, hingga bioregional.
Istilah Greenflation muncul saat Gibran memberikan pertanyaan kepada Mahfud MD.
"Bagaimana cara mengatasi greenflation? terima kasih," ucap Gibran kepada Mahfud MD.
Wali Kota Solo itu kemudian mengatakan bahwa greenflation adalah inflasi hijau.
Meskipun Mahfud MD juga sempat memberikan penjelasan mengenai inflasi hijau hingga ekonomi sirkuler. Namun jawaban Mahfud kemudian dibantah dengan Gibran yang malah mengaitkan dengan gerakan rompi kuning yang terjadi di Prancis beberapa tahun lalu.
Baca Juga
Mendengar tanggapan Gibran, Mahfud MD mengatakan bahwa sang cawapres telah ngawur dengan istilah yang dibawanya.
“Saya juga ingin mencari jawabannya, ngawur juga. Ngarang-ngarang tidak karuan, mengkaitkan dengan sesuatu yang tidak ada. Kalau akademis itu, gampangnya kalau bertanya yang gitu-gitu recehan. Oleh sebab itu saya kembalikan saja ke moderator. Ini tidak layak dijawab pertanyaan ini. Tidak ada jawabannya, terima kasih,” kata Mahfud MD.
Tak hanya itu, Gibran juga sempat menyinggung mengenai penggunaan LFP pada kendaraan listrik. Padahal Indonesia adalah produsen terbesar nikel, sehingga membahas LFP sama saja dengan mempromosikan negara lain.
Berikut ini adalah beberapa istilah yang muncul dalam debat cawapres:
Greenflation
Greenflation secara harfiah memang memiliki arti inflasi hijau. Kata ini diambil dari green (hijau) dan inflation (inflasi).
Kemudian mengutip Kamus Cambridge, greenflation diartikan sebagai "kenaikan harga akibat peralihan menuju ekonomi hijau".
Greenflation ini kemudian merujuk pada kenaikan harga dan krisis tenaga kerja yang terjadi karena pemerintah mulai melakukan transisi ramah lingkungan.
Hal ini menyebabkan kenaikan harga yang bermula dari perusahaan, karena mengeluarkan anggaran lebih untuk melakukan transisi energi.
Pasalnya transisi energi memang memerlukan biaya yang lebih banyak. Hal ini terlihat dari penggunaan energi hijau yang dianggap masih lebih mahal dibandingkan fosil.
Contohnya, melansir dari Bank Sentral Eropa (ECB), saat sebuah negara hendak melakukan transisi untuk mengurangi emisi karbon, masalah baru muncul. Yakni karena sebagian besar teknologi ramah lingkungan memerlukan sejumlah besar logam dan mineral, seperti tembaga, litium, dan kobalt, terutama selama masa transisi.
Kemudian melansir Reuters, greenflation adalah cost yang akan timbul karena perubahan gerakan go-green.
Greenflation pun turut menyebabkan naiknya harga logam seperti timah, aluminium, tembaga, nikel kobalt, yang penting bagi teknologi transisi energi.
LFP, Bioregional, Pajak Karbon, hingga Demo Rompi Kuning...