Bisnis.com, JAKARTA – Calon presiden (capres) nomor urut 01 Anies Baswedan mengatakan bahwa anggaran Kementerian Pertahanan (Kemhan) senilai Rp700 triliun digunakan untuk membeli alutsista bekas.
Hal itu disampaikan oleh Anies pada debat capres ketiga di Istora Senayan GBK, Jakarta, Minggu (7/1/2024).
Anies mengatakan bahwa pembelian alutsista dengan anggaran Kemhan Rp700 triliun itu dilakukan ketika separuh tentara tidak memiliki rumah dinas.
"Rp700 triliun anggaran Kementerian Pertahanan tidak bisa mempertahankan itu, justru digunakan untuk membeli alat-alat alutsista yang bekas. Di saat lebih dari separuh tentara kita tidak memiliki rumah dinas," ujarnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), realisasi dana yang Menkeu Sri Mulyani Indrawati berikan untuk kementerian Prabowo pada 2019 tercatat senilai Rp112,88 triliun.
Sementara pada 2020, Sri Mulyani mengeluarkan anggaran senilai Rp136,87 triliun untuk Kemenhan. Jumlah ini naik Rp23,99 triliun dari dari realisasi 2019.
Baca Juga
Kemudian pada 2021, Prabowo menerima DIPA untuk belanja pegawai, modal, dan barang dengan total anggaran Rp125,87 triliun. Turun Rp11 triliun dari 2020.
Selanjutnya pada 2022, anggaran untuk Kemhan merupakan yang terbesar sejak 2019 yakni mencapai Rp150,43 triliun.
Lalu pada 2023, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk Kemenhan senilai Rp134,32 triliun. Realisasi sementara untuk belanja modal Kemenhan tahun anggaran 2023 tercatat mencapai Rp70,9 triliun atau meningkat hampir dua kali lipat dari APBN.
Dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina Prasetia Nugraha menggarisbawahi bahwa pernyataan Anies sebagian benar. Dia menyoroti bahwa anggaran Rp700 triliun tidak seluruhnya digunakan untuk membeli alutsista bekas.
"Sebagian benar, karena dalam beberapa aspek misalnya rencana pembelian 12 jet tempur Mirage 2000-5 bekas [produksi Czechoslovak Group/CSG] dari Qatar, dinyatakan dipending atau dibatalkan pada januari 2024," kata Prasetia.
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media dan 7 panel ahli di Indonesia.