Sultan Ground
Pernyataan Ade Armando tersebut viral dan mendapatkan kritik dari netizen. Mereka mengatakan Ade Armado perlu belajar sejarah sebelum mengkritik bagaimana Yogyakarta menjalankan pemerintahannya yang "Istimewa".
Alasan mengapa harus Sultan yang menjadi Gubernur sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta.
Dalam bab VI pasal 18 UU No 13 tersebut telah mengatur bahwa gubernur atau kepala daerah Yogyakarta adalah Sultan Hamengkubuwono.
Sementara, wakil gubernur Yogyakarta adalah Adipati Paku Alam. Pasal dengan 14 ayat tersebut mengatur hal lain, tetapi gubernur dan wakil gubernur sudah ditetapkan sejak awal.
Selain itu, salah satu keunikan Daerah Istimewa Yogyakarta lainnya yakni diberi kewenangan oleh negara dalam hal pertanahan. Tanah yang dikuasi Kasultanan Yogyakarta disebut Sultan Ground atau SG.
Dikutip dari jurnal berjudul Pemetaan Potensi Penggunaan Tanah Sultan Ground di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan Ground merupakan tanah adat di mana tanah tersebut peninggalan yang dimiliki lembaga Keraton Jogja.
Baca Juga
Negara telah memberikan kewenangan khusus kepada DI Yogyakarata melalui Undang-Undang No. 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam Pasal 32, Kasultanan dan Kadipaten sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah Kasultanan dan Kadipaten.
Tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten meliputi tanah keprabon dan tanah bukan keprabon yang terdapat di seluruh kabupaten/kota dalam wilayah DIY.
Kasultanan maupun Kadipaten memiliki wewenang dalam mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten yang ditujukan untuk pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam jurnal karya Umar Kusumoharyono berjudul Eksistensi Tanah Kasultanan (Sultan Ground) Yogyakarta Setelah Berlakunya UU No. 5/1960, penguasaan tanah oleh Sultan Yogyakarta didapat sebagai pelaksanaan kesepakatan dari perjanjian yang diadakan di Giyanti atau Perjanjian Giyanti pada 1755.
Setelah perjanjian Giyanti, Sultan Hamengku Buwono mempunyai hak milik (domein) atas tanah di wilayah barat Kerajaan Mataram.
Kemudian beberapa saat setelah Republik Indonesia merdeka, Kasultanan mengatakan bahwa mereka adalah bagian dari Republik Indonesia yang setara dengan daerah tingkat I atau provinsi.
Namun karena berbagai jasa yang diberikan Kasultanan Yogyakarta kepada Republik Indonesia, pada Pasal 4 ayat (1) UU No. 3 tahun 1950, DIY mendapat kewenangan untuk mengurus beberapa hal dalam rumah tangganya sendiri.