Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menyatakan sulit membedakan presiden sebagai kepala negara dan pemerintah dengan presiden sebagai kepala keluarga.
Pernyataan itu disampaikan Jazilul di dalam rapat kerja antara Komisi III DPR dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis (16/11/2023).
Menurut wakil ketua umum PKB ini, masyarakat menjadi kurang percaya dengan lembaga-lembaga politik negara saat ini seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga lembaga kepresidenan paska putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Misalkan katakanlah ya, sulitkan membedakan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, sekaligus pada saat yang sama menjadi kepala keluarga. Itu memang agak sulit itu," ungkap Jazilul.
Oleh sebab itu, dia mengingatkan agar lembaga kehakiman tetap menjaga netralitas. Mereka, lanjutnya, tidak boleh memutuskan perkara yang berkaitan dengan ikatan kekeluargaan.
Lebih lanjut, dia pun mengingatkan agar setiap pemegang kekuasaan tetap menjaga etika politik.
Baca Juga
Jazilul meyakini setiap penguasa bisa diturunkan dari jabatannya apabila sudah melupakan etika.
"Kalau di UUD, perbuatan tercela itu bisa mengakibatkan presiden bisa diturunkan, jelas di situ perbuatan tercela. Tercela itu enggak tahu saya apa, itu kan mesti subjek soal-soal yang pengaruhi secara etik, termasuk juga hakim konstitusi bila melakukan perbuatan tercela, termasuk DPR," jelasnya.
Sebagai informasi, belakangan memang Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi sorotan sebab diyakini telah melanggengkan politik dinasti karena putra sulungnya Gibran Rakabuming maju sebagai cawapres di Pilpres 2024.
Apalagi, Gibran bisa maju sebagai cawapres lewat putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dalam praktik pengambilan keputusan melanggar etik seperti yang dinyatakan oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK).