Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Vincent Chin

Global Vice Chair dari Sektor Publik Boston Consulting Group

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Pencapaian SDG dan Peran RI

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang pertama kali diperkenalkan pada 2015 ini, adalah untuk mengajak masyarakat global fokus pada isu-isu krusial kemanusiaan.
Perincian SDGs/ADB.org
Perincian SDGs/ADB.org

Bisnis.com, JAKARTA - Dunia tengah menghadapi tenggat waktu yang ketat dalam upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Banyak negara masih berjuang dengan konflik global yang sedang berlangsung dan berusaha pulih dari dampak pandemi yang baru saja berakhir.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang pertama kali diperkenalkan pada 2015 ini, adalah untuk mengajak masyarakat global fokus pada isu-isu krusial kemanusiaan.

Di dalamnya termasuk mengurangi kemiskinan, mengakhiri kelaparan, meningkatkan kualitas kesehatan, menyediakan pendidikan berkualitas, meningkatkan kesetaraan gender, melindungi lingkungan, serta memastikan akses air dan energi yang berkelanjutan, dan mendorong pertumbuhan sosial yang adil.

Di laporan terbaru Boston Consulting Group (BCG), “The Sustainable Development Goals Matter More Than Ever” kami menemukan sejumlah kemajuan signifikan yang telah dicapai oleh negara-negara berpenghasilan rendah. Di bidang kesehatan, negara-negara ini mencatat peningkatan kualitas tiga kali lebih tinggi dibandingkan negara-negara berpenghasilan menengah dan tinggi.

Hal serupa terjadi dalam pengurangan kemiskinan dan peningkatan kualitas pendidikan, di mana negara-negara berpenghasilan rendah mengungguli negara-negara dengan pendapatan yang lebih tinggi.

Kemajuan ini sangatlah penting, mengingat kita telah mencapai setengah perjalanan menuju 2030, dan target untuk pencapaian SDG masih jauh dari harapan. Saat ini, diperkirakan hanya sekitar 13% target SDG dapat tercapai tepat waktu, sementara hampir setengah (48%) belum menunjukkan kemajuan yang signifikan dan 37% sisanya stagnan atau bahkan mengalami kemunduran.

Dengan posisinya sebagai kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, Asia Tenggara memegang peranan penting dalam mendorong pencapaian SDG di masa yang akan datang. Kemajuan signifikan telah terlihat di berbagai sektor di Malaysia, Singapura, Indonesia, Kamboja, dan negara-negara lain di kawasan ini. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia berperan sebagai pemeran kunci dalam mempertahankan dan mempercepat pencapaian SDG di tingkat regional menuju tahun 2030.

Meskipun dari kacamata global perjalanan ini masih terlihat menantang, kemajuan yang dicapai oleh negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah memberikan harapan baru. Berdasarkan data, kuartil atas (25% teratas) dari negara-negara ini telah meningkatkan skor pengurangan kemiskinannya hingga tiga kali lipat dari rata-rata global. Lebih jauh, mereka mencatatkan peningkatan dua kali lipat di bidang kesehatan dan lima kali lipat dalam pendidikan, dibandingkan dengan rata-rata global.

Dalam kategori negara berpenghasilan rendah, Ethiopia dan Sierra Leone menonjol dalam upaya pengurangan kemiskinan. Sementara itu, Malawi mencatat kemajuan terbesar di bidang kesehatan dan Rwanda dalam pendidikan. Di kategori negara berpenghasilan menengah ke bawah, Pantai Gading mencatat kemajuan paling signifikan, baik dalam pengurangan kemiskinan (36 poin) maupun peningkatan kualitas pendidikan (32 poin), 15 kali lipat lebih tinggi dari rata-rata global. Namun, karena negara-negara ini memulai dari titik yang lebih rendah, mereka masih menghadapi banyak tantangan di masa depan.

Analisis ini merupakan kompilasi temuan yang disusun oleh tim kami di Boston Consulting Group. Peluncuran laporan terbaru kami ini bertepatan dengan masa kita memasuki paruh kedua periode dari 2015 hingga 2030. Penting bagi para pemimpin dunia untuk memahami kemajuan yang telah dicapai, pelajaran yang telah dipetik, dan strategi terbaik untuk melanjutkan tren positif ini di tahun-tahun mendatang.

Menggunakan data dari Sustainable Development Solutions Network (SDSN) PBB, analisis kami fokus pada kemajuan yang dicapai oleh 161 negara, yang dibagi ke dalam empat kategori pendapatan dengan data jangka panjang terverifikasi.

PBB mengklasifikasikan ini menjadi 18 negara berpenghasilan rendah, 48 negara berpenghasilan menengah ke bawah, 43 negara berpenghasilan menengah ke atas, dan 52 negara berpenghasilan tinggi. Kami kemudian mengukur kemajuan yang dicapai oleh setiap negara, dengan skor terendah di angka 0 dan skor tertinggi di angka 100, di 17 kategori SDG.

KIPRAH POSITIF RI

Dalam menghadapi beragam isu dan keterbatasan alokasi anggaran, pejabat publik dan pembuat kebijakan dapat mempelajari strategi dan metode efektif dari negara-negara yang telah mencapai kemajuan signifikan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG). Fakta menariknya adalah kemajuan SDG sering kali paling mencolok di negara-negara dengan sumber daya terbatas. Yang penting diperhatikan adalah bagaimana negara-negara ini memaksimalkan sumber daya yang ada, termasuk melalui kolaborasi dengan negara-negara maju dalam upaya pencapaian SDG.

Kerja sama ini biasanya berbeda-beda bentuknya, tetapi prinsip dasarnya tetap sama: “Think Big, Start Small, and Scale Fast” — berpikir besar, memulai dengan langkah-langkah kecil, dan kemudian memperluasnya dengan cepat. Penelitian kami menemukan enam elemen kunci: komitmen; inisiasi program-program yang relevan; pembiayaan program; kerjasama dengan berbagai mitra; penyelarasan undang-undang dan regulasi yang mendukung; serta penyusunan prosedur kepatuhan.

Langkah awal yang penting adalah menyesuaikan prioritas nasional dengan tujuan SDG. Dengan cara ini, pemerintah di negara-negara yang berhasil mencatat kemajuan dalam SDG dapat membuat komitmen publik dengan perencanaan, alokasi anggaran, dan sumber daya manusia yang konkret, serta fokus pada isu-isu SDG yang paling berdampak secara domestik.

Di Asia Tenggara, Indonesia merupakan contoh bagaimana komitmen pemerintah dapat menghasilkan momentum positif. Terlihat kemajuan signifikan dalam akses terhadap energi terjangkau dan ramah lingkungan, serta upaya bertahap dalam mencapai tujuan-tujuan SDG lainnya.

Indonesia juga telah mencatat kemajuan yang luar biasa dalam bidang inovasi, pengentasan kemiskinan, dan energi. Pada tahun 2023, skor Indonesia dalam bidang inovasi mencapai 51, meningkat 36% dari tahun 2000. Upaya pengentasan kemiskinan meningkat 27% menjadi 86, sementara di bidang energi, yang menjadi fokus khusus pemerintah, mengalami kenaikan sebesar 27%, menjadi 64.

Indonesia telah menjalankan mobilisasi masyarakat dalam mengakses energi bersih dan terjangkau, dengan penetapan komitmen untuk mencapai netralitas karbon pada 2060. Komitmen ini diperkuat selama masa kepresidenan G20 melalui Kemitraan Transisi Energi yang Adil (Just Energy Transition Partnership).

Pemerintah Indonesia juga telah mengalokasikan investasi yang signifikan dalam program peningkatan akses energi ramah lingkungan. Salah satu inisiatif penting adalah Rencana Bisnis Pasokan Listrik (Electricity Supply Business Plan), yang merupakan proyek 10 tahun untuk mengembangkan pembangkit listrik guna memperluas suplai energi ramah lingkungan.

Implementasi Kebijakan Feed-in Tariff atau FiT, yang memberikan jaminan pembayaran tetap bagi penyedia energi terbarukan, telah membantu membangun ekosistem keuangan yang mendukung. Kebijakan ini memberikan insentif bagi sektor swasta dan mitra eksternal pemerintah untuk membiayai proyek-proyek energi terbarukan yang strategis.

Pemerintah juga menggencarkan kolaborasi dengan sektor swasta, bank-bank pembangunan, dan mitra internasional, termasuk negara-negara sekutu G20, untuk mengakselerasi penggunaan energi terbarukan. Sampai saat ini, lebih dari US$20 miliar pendanaan domestik dan internasional telah berhasil dikumpulkan.

Untuk mendukung upaya ini, pada 2017 pemerintah merumuskan regulasi yang detail, yaitu Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Regulasi ini menjadi dasar hukum integrasi energi terbarukan, menetapkan harga tertinggi berdasarkan biaya pembangkitan listrik lokal, serta menyediakan insentif fiskal lainnya.

Elemen penting lainnya adalah penegakan hukum, dengan mekanisme monitoring dan pelaporan kemajuan di bidang energi ramah lingkungan, untuk memastikan kepatuhan terhadap komitmen lingkungan dan keselamatan.

Meskipun masih ada banyak tantangan yang dihadapi, Indonesia telah menjadi contoh penting di mana penerapan elemen-elemen kunci ini mendorong kemajuan yang signifikan. Dengan adanya perlombaan global mencapai SDG pada 2030, diharapkan bahwa pemimpin-pemimpin di Asia Tenggara dapat mengambil inspirasi dari negara-negara yang telah mencapai kemajuan ini.

Jika negara dengan tantangan sekompleks Indonesia dapat mencapai kemajuan positif, tidak ada alasan bagi negara-negara lain di kawasan ini untuk tertinggal dalam mencapai SDG.

Vincent Chin, yang berbasis di Singapura, adalah Global Vice Chair dari sektor publik Boston Consulting Group dan ketua untuk departemen praktik dampak sosial di kawasan Asia Pasifik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Vincent Chin
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper